Pertumbuhan BMT Bakal Catat Rekor

Pertumbuhan Baitul Maal Wat Tamwiil (BMT) sepanjang 2010 diproyeksikan bisa tercapai 30-40%. Selain itu,jumlah pemain di industri keuangan syariah mikro ini dipastikan bisa dicapai hingga kisaran 4.000 BMT. Direktur Eksekutif Pusat Inkubasi Usaha Kecil (Pinbuk) Aslihan Burhan mengungkap kan, terdapat sejumlah faktor dibalik optimisme pertumbuhan BMT di dalam negeri. “Jumlah usaha mikro yang membutuhkan pembiayaan dari lembaga keuangan sekelas BMT kami perkirakan bakal meningkat lebih tinggi lagi,”ujar Aslihan. Aslihan menambahkan, pertumbuhan BMT sepanjang tahun ini juga bakal terdorong oleh kucuran dana Badan Layanan Umum Lembaga Pengelolaan Dana Bergulir (BLU LPDB).

Kabarnya,dana BLU LPDB tahun ini bakal dikucurkan Rp1,4 triliun baik untuk usaha mikro konvensional maupun syariah. “Kalau saja dari total dana tersebut syariah bisa mendapatkan 50% saja, artinya kan ada sumber dana tambahan Rp700 miliar bagi kelompok BMT. Itu tentu pengaruhnya akan cukup signifikan,”jelasnya. Aslihan sendiri berharap pemerintah bisa mengucurkan dana BLU LDPB ke kelompok BMT bisa sekitar 50%, setara dengan lembaga keuangan mikro konvensional.”

Apalagi kan kinerja BMT sendiri masih jauh lebih baik,” sambungnya. Faktor lain di balik pertumbuhan, sambung Aslihan,adalah semakin masifnya perbankan dan atau unit usaha syariah bank dalam menjalin kemitraan (linkage program) dengan lembaga-lembaga keuangan mikro sekelas BMT. Beberapa diantaranya yang dikenal cukup massif dalam program ini antara lain seperti Bank Syariah Mandiri, Bank Muamalat, dan Bank Mega Syariah.

“Kami kira, dengan adanya beberapa bank yang melakukan spin off unit syariahnya akan menambah lagi dukungan bagi BMT-BMT melalui kemitraan tersebut,” tambahnya. Dalam waktu yang sama, lanjut Aslihan, sekurangnya 200 pemain baru akan masuk ke bisnis BMT sepanjang tahun ini. Saat ini, jelasnya, tak kurang dari 3.400 BMT telah hadir dan memberikan jasa pelayanan keuangan di kelas mikro syariah dengan basis terbesar di Jawa,disusul Sumatera,Sulawesi dan Kalimantan.

“Tambahan 200 BMT itu berdasarkan program kerjasama kami bersama pemerintah-pemerintah daerah, by design. Di luar kerjasama ini kami kira pasti lebih banyak lagi tambahannya,”tuturnya. Bila kinerja positif tersebut mampu direalisasikan, lanjutnya, maka aset BMT secara nasional bisa mencapai angka Rp2,5 triliun yang bisa dibukukan pada tahun ini.

General Manager BMT Bina Umat Sejahtera Ahmad Zuhri mengakui, prospek pertumbuhan BMT pada tahun ini bakal meningkat lebih baik lagi sepanjang tahun ini. Peningkatan kebutuhan pembiayaan masyarakat dipercaya menjadi faktor utama di balik prospek tersebut. Bahkan, sambungnya, pihaknya menargetkan pertumbuhan pembiayaan pada tahun ini sekurangnya 60% atau sekitar Rp200 miliar.

“Kebutuhan pembiayaan masyarakat kecil itu selalu bertambah, jadi masih ada prospek.Tinggal kemauan industri memenuhinya,” ujarnya. Ketua Perhimpunan BMT Nasional (BMT Center) Ahmad Sumiyanto berpendapat, pertumbuhan pembiayaan BMT bisa saja mencapai kisaran 30-40% sepanjang tahun ini.

Ini didasarkan asumsi makin luasnya market share BMT nasional, menyusul adanya kesadaran masyarakat memanfaatkan transaksi keuangan syariah hingga level mikro sekali pun. “Peranan linkage program juga mendorong peningkatan pertumbuhan BMT secara nasional,”jelasnya.

Senada dengan Aslihan,Sumiyanto optimis, pertumbuhan aset BMT secara nasional bisa tumbuh 60% menjadi Rp2,5 Triliun dari saat ini sekitar Rp1,5 triliun. “Untuk pemainnya sendiri bisa mencapai 4.000-an BMT yang akan melayani kebutuhan nasabah mikro syariah nasional di tahun ini,” sambungnya. Di bagian lain, baik Aslihan, Zuhri, maupun Sumiyanto berharap pemerintah mendorong pengembangan BMT pada beberapa aspek.

Menurut Aslihan,salah satu dorongan yang perlu dilakukan adalah memberikan keleluasan bagi BMT menerapkan sistem transaksi berbasis elektronik. Diketahui, Peraturan Bank Indonesia tidak mengizinkan implementasi sistem Alat Pembayaran Menggunakan Kartu (APMK) dan transaksi berbasi elektronik (e-Money) pada lembaga berbadan hukum koperasi. Padahal,menurut Aslihan, implementasi sistem seperti ini makin dibutuhkan oleh nasabah BMT untuk bertransaksi secara tak terbatas. (zaenal muttaqin).

Sumber : www.seputar-indonesia.com
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Marketing ala Nabi

Oleh BHS

Muhammad Rasulullah, Nabi kita tercinta, adalah seorang saudagar ternama pada zamannya. Bahkan sejak usia muda, beliau dipandang sebagai sudagar sukses. Disadari atau tidak sukses tersebut tidak lepas dari aktivitas marketing yang diterapkannya --yang tak cuma ampuh tapi juga sesuai syariah dan, tentu saja, penuh ridlo dari Allah. Jika Anda tertarik menerapkannya, selain mendapat keuntungan, insyaallah bisnis Anda pun barokah. Inilah empat tips marketing a la Nabi:

1. Jujur adalah Brand
Saat berdagang Nabi Muhammad SAW muda dikenal dengan julukan Al Amin (yang terpercaya). Sikap ini tercermin saat dia berhubungan dengan customer maupun pemasoknya.

Nabi Muhammad SAW mengambil stok barang dari Khadijah, konglomerat kaya yang akhirnya menjadi istrinya. Dia sangat jujur terhadap Khadijah. Dia pun jujur kepada pelanggan. Saat memasarkan barangnya dia menjelaskan semua keunggulan dan kelemahan barang yang dijualnya. Bagi Rasulullah kejujuran adalah brand-nya.

2. Mencintai Customer
Dalam berdagang Rasulullah sangat mencintai customer seperti dia mencintai dirinya sendiri. Itu sebabnya dia melayani pelanggan dengan sepenuh hati. Bahkan, dia tak rela pelanggan tertipu saat membeli.

Sikap ini mengingatkan pada hadits yang beliau sampaikan, "Belum beriman seseorang sehingga dia mencintai saudaramu seperti mencintai dirimu sendiri."

3. Penuhi Janji
Nabi sejak dulu selalu berusaha memenuhi janji-janjinya. Firman Allah, "Wahai orang-orang yang beriman penuhi janjimu." (QS Al Maidah 3).

Dalam dunia pemasaran, ini berarti Rasulullah selalu memberikan value produknya seperti yang diiklankan atau dijanjikan. Dan untuk itu butuh upaya yang tidak kecil. Pernah suatu ketika Rasulullah marah saat ada pedagang mengurangi timbangan. Inilah kiat Nabi menjamin customer satisfaction (kepuasan pelanggan).

Di Indonesia mobil-mobil Toyota berjaya di pasar. Salah satu kiat pemasarannya adalah memberikan kepuasan pelanggan. Salah satu ukurannya adalah Call Centre Toyota dinobatkan sebagai call centre terbaik, mengalahkan Honda dan industri otomotif lainnya.

4. Segmentasi ala Nabi
Nabi pernah marah saat melihat pedagang menyembunyikan jagung basah di sela-sela jagung kering. Hal itu dengan Nabi, saat menjual barang dia selalu menunjukkan bahwa barang ini bagus karena ini, dan barang ini kurang bagus, tapi harganya murah.

Pelajaran dari kisah itu adalah bahwa Nabi selalu mengajarkan agar kita memberikan good value untuk barang yang dijual. Sekaligus Rasulullah mengajarkan segmentasi: barang bagus dijual dengan harga bagus dan barang dengan kualitas lebih rendah dijual dengan harga yang lebih rendah.

Dalam soal segmentasi ini, Yamaha Motor adalah salah satu perusahaan yang bisa dijadikan teladan. Dia menciptakan motor Yamaha Mio, dengan mesin ber-cc kecil, tapi otomatis, dan mudah penggunaannya untuk segmen pasar perempuan. Dialah pelopor industri motor yang membidiki segmen ini, segmen yang sebelumnya selalu dilupakan pesaing lain. Hasilnya, dengan Mio Yamaha menyodok Honda dan menjadi penjual nomor satu di Indonesia 2007 ini.

Sumber : http://www.niriah.com/tips/2id61.html
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Sinergi Bank Syariah dan BMT

Ivan Irawan
Direktur Bisnis OASISTNG

Dari sejak awal perkembangan BMT (Baitul Maal wat-Tamwil) di Indonesia, bank syariah telah sangat aktif mendorong berkembangnya BMT. Banyak BMT yang didirikan dengan inisiatif dari bank syariah, bahkan saat itu ada sebutan bahwa BMT adalah unit bank syariah terkecil, merujuk model BRI unit.

BMT dan Bank Syariah merupakan dua institusi dengan kegiatan usaha yang serupa namun dengan skala bisnis yang berbeda. Antara BMT dan Bank Syariah sangat mungkin untuk bersinergi karena sesungguhnya keduanya saling membutuhkan. Kekuatan dana dan permodalan Bank Syariah sangat dibutuhkan oleh BMT untuk ekspansi pembiayaannya, sementara jumlah, lokasi dan segmen pasar BMT merupakan hal yang menarik bagi Bank Syariah untuk dapat dijadikan outlet layanan maupun sebagai garda depan Bank Syariah untuk memasuki sektor pembiayaan mikro tanpa harus membentuk cabang atau unit bisnis mikro sendiri.

Kerjasama Bank Syariah dengan BMT dalam pembiayaan mikro dapat berupa chanelling, executing maupun join finance (musyarakah). Chanelling dilakukan jika BMT dipercaya oleh Bank Syariah untuk melakukan pengelolaan portofolio pembiayaan sektor mikro Bank Syariah. BMT membantu Bank Syariah dalam memasarkan produk pembiayaan termasuk pengadministrasiannya. Untuk itu, ada fee (ujroh) yang diberikan oleh Bank Syariah kepada BMT untuk pelaksanaan tugasnya.

Executing dilakukan jika Bank Syariah memberikan fasilitas pembiayaan kepada BMT. Fasilitas tersebut dapat disalurkan untuk pembiayaan kepada nasabah BMT. Sementara joint financing dilakukan jika BMT dan Bank Syariah membiayai secara bersama nasabah sektor mikro, misalnya dengan proporsi 25:75. Bagi hasil usaha ini dilakukan sesuai dengan perjanjian antara BMT dan Bank Syariah.

Pola-pola di atas dikenal dengan istilah linkage. Cara lain bank syariah untuk ikut mengembangkan BMT dapat dilakukan dengan model bantuan permodalan, pelatihan, dan pendampingan manajemen.

Kurang lebih demikianlah model sinergi antara BMT dan Bank Syariah bukan hanya untuk pengembangan BMT, namun juga demi tegaknya Ekonomi Syariah di Indonesia.�

Sumber: http://www.niriah.com/konsultasi/finansial/4id28.html
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Spiritual Marketing

Oleh AM. Hasan Ali, MA

Istilah spriritual marketing memang kerap kali kita dengar dalam kegiatan pemasaran yang biasa diusung oleh lembaga keuangan syariah. Di samping istilah spiritual marketing, beberapa pihak sering juga menggunakan istilah sharia marketing. Arti dari keduanya hampir mempunyai kesamaan, yaitu satu model kegiatan pemasaran yang dilandasi oleh nilai-nilai spiritual atau nilai syariah. Dari sini, dapat difahami, nilai-nilai spiritual yang ada dalam sebuah ajaran agama, dapat dijadikan pedoman bagi pengikutnya dalam menjalankan aktivitas ekonominya.

Pada prinsipnya, spriritual marketing merupakan bagian dari etika marketing yang dapat memberikan panduan bagi marketer dalam menjalankan kegiatan pemasarannya sehingga sesuai dengan harapan yang diinginkan oleh perusahaan. Tujuan dari kegiatan pemasaran diharapkan mengarah pada pemerolehan keuntungan yang besar bagi perusahaan. Oleh karena itu, secara internal, perusahaan sudah mempunyai rambu-rambu tersendiri dalam melaksanakan kegiatan pemasaran.

Sebagai seorang muslim, kita mempunyai panduan yang bersumber dari ajaran Islam, yang nantinya dapat dijadikan acuan dalam melakukan kegiatan ekonomi, termasuk di dalamnya kegiatan marketing. Beberapa nilai yang dapat dijadikan acuan dalam kegiatan pemasaran adalah:

Pertama, shiddiq. Maksud dari nilai shiddiq dalam kegiatan pemasaran dapat diwujudkan dengan pemberian informasi yang benar akan produk yang dipasarkan oleh marketer. Tidak ada informasi yang disembunyikan mengenai obyek yang dipasarkan. Tidak mengurangi dan tidak menambahi. Artinya, seseorang yang bekerja sebagai marketer dituntut untuk berkata dan bertidak secara benar. Menawarkan produknya ke pasar sesuai dengan kondisi riil obyek yang ditawarkan.

Kedua, amanah. Dapat difahami dari nilai amanah bagi pekerja marketing adalah sosok yang jujur dan dapat dipercaya. Bagi perusahaan, sosok pekerja yang amanah akan membawa keuntungan yang besar. Di samping, karena mereka tidak akan berbohong, perusahaan akan mendapat keuntungan dari image yang terbangun oleh customer akan ke-amanah-an dari marketer perusahaan tersebut. Sehingga banyak customer yang terpikat dengan sosok marketer yang amanah.

Ketiga, tabligh. Maksud dari nilai tabligh dalam hal ini dapat difahami, hendaknya seseorang yang bekerja di bagian marketing adalah sosok yang baik, yang dapat memberikan informasi produk yang ditawarkan kepada customer. Dari sisi ini, marketer adalah komunikator yang ulung, yang menjembatani antara pihak perusahaan dengan pihak customer. Masalahnya akan sangat krusial jika seorang marketer tidak dapat memberikan informasi yang diharapkan oleh customer. Bisa jadi, banyak customer yang lari ke produk perusahaan lain, gara-gara seorang marketer yang tidak dapat menjelaskan produknya ke customer.

Keempat, fathonah. Nilai ini sangat mendukung bagi perusahaan yang melakukan kegiatan pemasaran. Jika sebuah perusahaan tersebut mempunyai sumber daya insani (SDI) yang fathonah (cerdas) akan membantu perusahaan meraih profitabilitas yang maksimal. Perusahaan tidak akan dirugikan oleh marketer yang cerdas. Sebaliknya, marketer yang cerdas akan memberikan sentuhan nilai yang efektif dan efisien dalam melakukan kegiatan pemasaran.

Wallahu a'lam bis showab.

Keterangan Penulis: Penulis adalah Dosen Ekonomi Islam pada Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pengkaji pada Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah (PKES).
Sumber: http://www.niriah.com/opini/2id804.html
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Saatnya Pemerintah Serius Perhatikan Regulasi BMT

MICRO SHARIA-Pemerintah diminta segera melindungi fungsi lembaga keuangan mikro syariah, khususnya Baitul Mal Wa Tamwil (BMT), sebagai salah satu instrumen penguat perekonomian nasional. Perlindungan berupa penyususnan regulasi yang mengatur hak dan kewajiban BMT, sebagai pilar penyangga pemberdayaan ekonomi kerakyatan.

BMT selama ini sudah terbukti dan teruji dalam rangka membangun model kesejahteraan ekonomi umat, baik secara material maupun spiritual. Hal ini menjadi salah satu kesimpulan penting dari desertasi Dr H Didiek Ahmad Supadie MM untuk meraih gelar doktor ke- lima bidang Ekonomi Islam di Universitas Airlangga (Unair) Surabaya.

Melalui desertasi berjudul 'Analisis Fungsi Pendampingan Usaha dan Pembiayaan Qordul Hasan serta Pembiayaan Syariah dan Pengaruhnya terhadap Kinerja serta Loyalitas Nasabh BMT di Provinsi Jawa Tengah', Didiek menekankan pentingnya kepedulian pemerintah terhadap peran BMT.

Ditemui di kampus Universitas Islam Sultan Agung (Unissula) Semarang, Didiek mencontohkan, Qardul Hasan yang dikelola dari Zakat Infaq dan sadaqah memiliki pengaruh yang sangat signifikan dalam pendampingan usaha. Selain mampu menjawab persoalan modal, qardul hasan uga memberikan nilai tambah dalam bentuk pelatihan dan pendampingan usaha mikro secara Islami kepada nasabah.

Dari sisi pembiayaan, qardul hasan yang hanya mempersyaratkan pengembalian pokok pinjaman dan infaq ini, juga mampu memberikan keberkahan. Baik dalam berusaha maupun dalam menghimpun infaq. Karena semaki maju usaha mikro maka infaq yang dihimpun juga akan semakin besar dan infaq ini bisa kelola lagi untuk memperluas usaha mikro yang lain. ''Jadi secara perekonomian maupun spiritual, qardul hasan mampu memberikan nilai tambah secara material dan rohaniah,'' imbuhnya.

Sumber: www.republika.co.id
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Saatnya BMT Berbenah Diri

KRISIS moneter pada akhir dasawarsa 1990 yang melanda Indonesia diyakini banyak pihak merupakan konsekuensi logis dari lepasnya keterkaitan sektor moneter dengan sektor riil. Perbankan (konvensional) sebagai pelaku ekonomi sektor moneter yang menjadikan uang sebagai komoditas telah berkembang sedemikian cepat sementara sektor riil selalu tertinggal di belakang karena memerlukan waktu untuk memproses input menjadi output. Akibatnya, perbankan konvensional mengalami non-performing loan yang sangat tinggi dan negative spread. Sementara itu ketangguhan Bank syari’ah yang tidak melepaskan ikatan sektor moneter dengan sektor riil karena tidak berbasis pada riba merupakan pembuktian alasan di atas.

Lahirnya Undang-undang No.10 tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan telah memberi peluang yang sangat baik bagi tumbuhnya bank-bank syari’ah di Indonesia. Tumbuhnya perbankan yang seirama dengan tumbuhnya kesadaran umat Islam untuk membebaskan diri dari riba berimbas pada makin maraknya sektor moneter di tingkat bawah. Ini terbukti pada berkembangnya BPR Syariah dan Baitul Maal wa Tamwil (BMT) sampai di desa-desa. Pesatnya pekembangan lembaga keuangan mikro seperti BMT menunjukkan bahwa keberadaan lembaga keuangan ini sangat dibutuhkan oleh masyarakat.

Euforia menjamurnya BMT harus disikapi secara bijak. Di satu sisi, perkembangan tersebut adalah suatu yang menggembirakan, namun di sisi yang lain akuntabilitas keuangan BMT-BMT tersebut patut dipertanyakan. Jika pelaporan keuangan Bank Syari’ah dan BPR Syari’ah relatif dapat dipertanggungjawabkan karena harus didasarkan pada ketentuan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) dan Pedoman Akuntansi Perbankan Syari’ah Indonesia (PAPSI) dan selalu dipantau oleh Bank Indonesia, namun tidak demikian halnya dengan BMT, meskipun jenis kegiatannya hampir sama.

Pembinaan BMT tidak dilakukan oleh BI, oleh karenanya diluar ketentuan PSAK dan PAPSI, disamping karena dianggap sebagai bentuk Koperasi. Namun demikian, BMT merupakan “anak tiri” dari Departemen Koperasi yang kurang mendapat perhatian terutama dari aspek akuntabilitasnya. Besarnya ‘ghirah’ dan dana masyarakat dalam BMT akan berujung kekecewaan manakala akuntabilitas BMT-BMT tersebut terabaikan.

Jumlah lembaga keuangan mikro (LKM) saat ini diduga tak kurang berjumlah mencapai 9000 LKM. Jumlah BMT di seluruh Indonesia diperkirakan sebayak 3.307 unit dengan aset sekitar Rp 1, 5 trilyun. Artinya, hampir separuh dari LKM nasional adalah BMT. Secara individual, BMT sangat bervariasi. Tidak sedikit BMT yang mengelola aset di atas Rp 10 M dengan jumlah nasabah di atas 3.000 ribuan orang, meskipun juga banyak BMT yang asetnya kurang dari Rp 50 juta dan nasabahnya kurang dari 500-an orang.

Berdasarkan kajian Kantor Mennegkop dan UKM, LKM hanya mampu melayani 2,5 juta dari 39 juta entitas UMKM dan hanya menyediakan dana sekitar 6 persen dar kebutuhan pembiayaan UMKM. Dengan melihat kondisi ini diperkirakan masih diperlukan tak kurang dari 8000 unit LKM baru. Namun perkembangan ini tidak diikuti dengan pengelolaan BMT secara profesional. Diduga saat ini masih banyak BMT yang melakukan praktik jauh dari nilai-nilai syariat. Pelaporan keuangan BMT juga masih banyak yang merujuk pada standar akuntansi konvensional. Ini merupakan preseden buruk bagi lembaga keuangan Islam.
Ketua panitia penyelenggara Workshop BMT se-DIY Rifki Muhammad, S.E. mengatakan, saat ini jumlah BMT di DIY diperkirakan mencapai 200 unit. Sebagai lembaga keuangan mikro, BMT menghadapi persoalan klasik berupa tidak adanya standarisasi BMT dalam hal manajemen, pengelolaan administrasi serta laporan keuangan. Belum lagi masih banyak BMT yang beroperasi tanpa badan hukum yang jelas. Saat ini banyak BMT yang mengalami kebingungan dalam menentukan badan hukumnya. Karena BMT sesungguhnya bukan bank tapi juga melakukan praktik-praktik seperti di Perbankan Syariah, tambah Rifki Muhammad yang juga Dosen Akuntansi Syariah di Fakultas Ekonomi UII Yogyakarta.

Peniliti senior Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) FE UII M.Bekti Hendrianto M.Sc ketika ditemui SABILI disela-sela Workshop Akuntansi bagi pengelola BMT Se-DIY di FE UII, Senin (29/1) menyampaikan kegembiraannya terhadap berkembangnya Lembaga Keuangan Mikro Islam di Indonesia. Sehingga diharapkan BMT bisa berkembang dengan baik dan bisa berperan dalam upaya peningkatan perekonomian umat. Namun ia juga mengingatkan kepada BMT, untuk tetap komitmen terhadap usaha-usaha kecil, karena saat ini ia menenggarai bahwa masih banyak BMT yang ragu untuk melakukan pembiayaan terhadap usaha-usaha kecil.

Bekti mencontohkan Grameen Bank yang dikelola oleh Muhamad Yunus bisa eksis meskipun membiayai usaha-usaha kecil. Hampir 90 % lebih dana yang dibiayai untuk usaha-usaha kecil bisa kembali meskipun tanpa jaminan. Kenapa Grameen Bank bisa seperti ini karena pembiayaan usaha-usaha kecil menimbulkan barakah karena membantu orang-orang kecil. Jika BMT hanya berorientasi pada usaha-usaha besar maka dimana letak komitmen BMT sebagai lembaga yang konsen terhadap usaha-usaha kecil. Dari total 39.12 juta usaha mikro, kecil dan menengah, usaha kecil yang ada hanya mencapai 2.70 juta atau 6.90 % dari keseluruhan. Maka peran BMT disini sangat dibutuhkan, tegas Bekti yang juga penulis buku “Ekonomi Mikro Islam.”

Mengenai peraturan yang menaungi BMT, lulusan Loughborough University Inggris ini berpendapat, “Memang perlu diatur mengenai badan hukumnya, karena mereka juga mengelola dana masyarakat tapi pengaturannya harus lebih longgar tidak perlu terlalu ketat”. Jika diperketat justru lembaga-lembaga seperti ini justru akan mati. Seperti wacana BMT untuk didorong menjadi BPRS tentunya akan memberatkan BMT, karena hanya segelintir saja yang mampu. Agar tetap eksis, BMT yang beroperasi praktis di level menengah ke bawah ini dituntut berimprovisasi dengan baik agar bisa menghadapi berbagai persoalan yang terjadi selain fleksibiltas serta kecepatan yang ditawarkan BMT dalam hal pembiayaan kepada BMT, lanjut Bekti.

Melihat fenomena praktik-praktik yang masih jauh dari syariah dan masih banyak BMT yang belum berbadan hukum, Edi Sunarto,S.E. Konsultan Lembaga Keuangan Syariah Sharia Economic Services (SES) Yogyakarta menenggarai semua ini karena tidak berfungsinya Dewan Syariah dengan baik. Dewan Syariah hanya sekedar nama dalam struktur BMT, namun mereka tidak mengawasi secara cermat tandas Edi. Edi lebih setuju ada semacam lembaga pendampingan yang memperhatikan BMT-BMT agar lebih sesuai praktiknya, contohnya seperti SES. Mengenai badan hukum, Edi lebih setuju BMT berbadan hukum koperasi ketimbang dibawah Bank Indonesia. Namun Edi berharap kepada Pemerintah untuk tidak menganaktirikan lembaga keuangan Islam seperti BMT, karena BMT punya potensi yang sangat besar untuk pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat kecil, tandas Edi yang menjabat sebagai Internal Auditor BPRS Bangun Derajat Warga Jogja.

Sekjend Perhimpunan BMT Se-Indonesia, Ahmad Sumiyanto, S.E, M.A. berpendapat mengenai BMT yang keluar dari koridor syariah disebabkan karena BMT tersebut hanya bermodalkan semangat tanpa diikuti persiapan yang baik, termasuk sisi SDM-nya. Karena masih banyak perbedaan pemahaman teoritis yang mengenai akad pada pengelola BMT yang ada di Indonesia. Maka BMT Center berniat menerbitkan Pedoman Akad bagi pengelola BMT untuk menyamakan frame berfikir dalam menentukan akad yang sesuai syariah. Rencananya Pedoman ini akan diterbitkan awal bulan Mei 2007, kata Ahmad Sumiyanto kepada Sabili (15/2).

Senada dengan Edi Sunarto mengenai aspek legal, Ahmad Sumiyanto lebih setuju BMT tetap dibawah Dinas Koperasi bukan dibawah Bank Indonesia (BI) karena Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) tersebut tidak dapat disamakan dengan Lembaga Keuangan Syariah (LKS) lainnya seperti Bank dan Asuransi syariah. Menurutnya BMT memiliki penerapan yang berbeda dalam sejumlah produk simpanan dan pembiayaannya, ini karena segmentasi pasar BMT berbeda dengan model Perbankan syariah atau lembaga keuangan syariah lainnya.

BMT Center juga menghimbau agar BMT dikelola menjadi koperasi syariah yang modern. Yang dimaksud dengan koperasi modern disini adalah: Pertama, pelayanan yang baik dan ramah. Kedua, SDM yang kompeten dan mumpuni dalam ekonomi syariah. Ketiga, dalam menentukan akad-akad produknya harus sesuai syariah. Keempat, tehnologi yang mendukung BMT. Kelima, pelaporan keuangan yang akuntabilitas. Keenam, culture manajemen professional (Non Performance Loan /NPL atau kredit macet harus dikelola dengan baik). Sehingga dengan begini Sumiyanto yakin BMT bisa eksis dan berkembang pesat, tambah Ahmad Sumiyanto yang juga owner BMT terbesar di Jogja, BMT Al-Ikhlas

Sumber: http://edosegara.blogspot.com/2008/02/saatnya-bmt-berbenah-diri.html

Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Uang Masa Depan yang Memakmurkan

Uang masa depan haruslah bisa mendatangkan kemakmuran, yang menciptakan lapangan kerja. Inilah yang terjadi bila dikelola sesuai Islam

Oleh: Muhaimin Iqbal

SEPULUH tahun yang lalu (2001) seorang peneliti di Center of Sustainable Resources – University of California at Berkeley Bernard Lietaer menulis buku dengan judul The Future of Money: Creating New Wealth, Work and a Wiser World. Dalam bukunya yang futuristik ini Bernard antara lain menulis tentang berbagai fenomena pencarian uang baru yang sudah mulai saat itu karena kekecewaan masyarakat tentang sistem uang yang ada dalam beberapa dasawarsa terakhir.

Menurut Bernard, sistem keuangan dunia dewasa ini tidak ubahnya seperti Casino raksasa yang dioperasikan dengan penuh spekulatif, yakni 100 kali lebih besar dari transaksi total bursa saham di seluruh dunia per harinya. Hanya 2 % saja dari perputaran tersebut yang terkait dengan transaksi barang dan jasa; 98%-nya murni untuk spekulasi.

Bila buku yang ditulis sebagai hasil penelitian Bernard ini dikaitkan dengan pendapat Ibnu Taimiyyah bahwa penguasa hanya boleh mencetak fulus sebesar kebutuhan transaksi barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat suatu negeri, maka ya hanya 2 % itulah uang yang perlu ada di dunia sesungguhnya.

Apa dampak dari besarnya porsi uang yang digunakan untuk keperluan transaksi spekulatif tersebut dibandingkan dengan yang dibutuhkan untuk transaksi riil? Nilai uang menjadi sangat rentan terhadap ulah spekulan. Porsi terbesar uang tidak menggerakkan sektor riil, pemerintah-pemerintah dunia menjadi sibuk menjaga nilai uang ketimbang menggerakkan sector riil. Lapangan pekerjaan tidak mudah tersedia, kemakmuran sulit terwujud, dan dunia menjadi tidak bijaksana karena lebih banyak mengharapkan durian runtuh dari ‘hasil spekulasi’ ketimbang hasil dari kerjaan yang riil.

Namun, di setiap zaman, di setiap masyarakat selalu ada sekelompok kecil orang yang melihat sesuatu sampai melewati batas horizon (beyond the horizon). Mereka ini sudah mulai mencari solusi untuk memecahkan problem, yang bahkan sebagian terbesar masyarakatnya belum menyadari adanya problem tersebut.

Dalam hal problem besar yang terkait uang ini misalnya; Bernard berhasil mengidentifikasi setidaknya saat itu sudah ada 1.900–an komunitas di seluruh dunia, termasuk ratusan di antaranya di Amerika, yang sudah mulai mengeluarkan ‘uang’-nya sendiri dalam berbagai bentuknya.

Di antara ‘uang swasta’ tersebut yang paling luas dikenal di masyarakat antara lain adalah Frequent Flyers Miles yang dikeluarkan oleh industri penerbangan; Reward Points yang dikeluarkan oleh perbankan, dan kini juga industri telekomunikasi; Vouchers yang dikeluarkan oleh para retailers; credit balances yang dikeluarkan pengelola transaksi barter; dan yang paling merepresentasikan uang yang sesungguhnya adalah apa yang disebut backed currencies.

Backed currencies adalah currencies atau alat tukar yang nilainya dijamin atau didukung langsung dengan barang atau jasa. Di antara barang-barang ini yang paling baku nilainya dan memang sudah digunakan sebagai uang selama ribuan tahun adalah emas dan perak. Maka backed currencies berbasis emas yang sudah dikenal luas di dunia maya seperti e-gold, menjadi primadona dalam pencarian uang modern tersebut.

Meskipun emas adalah uang yang paling ideal; berbagai pihak yang berusaha menggunakan emas sebagai uang di masa lampau banyak mengalami kegagalan. Contoh terbesarnya adalah kegagalan Breton Woods Agreement yang buyar Agustus 1971 – hanya seperempat abad saja usianya. Mengapa demikian? Sederhana saja, penggunaan emas sebagai uang haruslah disertai serangkaian peraturan yang sangat lengkap dan menyeluruh untuk menjamin ketersediaan emas sebagai uang itu sendiri.

Peraturan dan petunjuk pelaksanaan penggunaan emas yang sangat menyeluruh ini, adanya hanyalah di Syariat Islam seperti yang pernah saya tulis dengan judul “Emas Cukup Untuk Seluruh Umat Manusia , Tetapi…”.

Seperti judul buku Bernard tersebut diatas, uang masa depan haruslah uang yang bisa mendatangkan kemakmuran, uang yang berguna untuk menciptakan lapangan kerja, dan uang yang bisa membuat dunia lebih bijaksana. Sekali lagi inilah yang akan terjadi bila uang dikelola sesuai syariat Islam, hanya dengan syariat inilah uang tidak menjadi harta yang tertimbun. Uang benar-benar mendatangkan kemakmuran bukan hanya pada golongan yang kaya saja.

Jadi sesungguhnya blueprint uang masa depan yang memakmurkan itu, telah lama ada di dunia Islam dan telah pula diterapkan selama ribuan tahun. Kini blueprint ini pun siap diterapkan di era teknologi ini. Tinggal kita sendiri mau mengikuti orang lain yang dengan susah payah mencari bentuk uang modernnya ; atau kita kembali menggunakan uang yang sudah ada di syariat Islam – rujukan yang kita yakini kebenarannya. Waallahu A’lam

Sumber: hidayatullah.com
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Ekonomi Islam itu Adil dan Indah

Oleh Hermawan Kertajaya

Guru marketing Hermawan Kartajaya sudah beberapa lama bergaul dengan praktisi keuangan syariah. Ia mulai fasih mengatakan ajaran Islam sebagai rahmatan lil alamin. Beragama Katolik, Hermawan malah berniat ikut dalam mengembangkan nilai marketing Islami. Berikut petikan wawancara sesaat setelah peluncuran buku Sharia Marketing di Jakarta pekan lalu.

Sebetulnya apa beda marketing syariah dan konvensional?

Dalam dunia marketing itu ada istilah kelirumologi. Itu lho sembilan prinsip yang disalah artikan. Misalnya marketing diartikan untuk membujuk orang belanja sebanyak-banyaknya. Atau marketing yang yang pada akhirnya membuat kemasan sebaik-baiknya padahal produknya tidak bagus. Atau membujuk dengan segala cara agar orang mau bergabung dan
belanja. Itu salah satu kelirumologi ( merujuk istilah yang dipopulerkan Jaya Suprana). Marketing syariah itu mengajarkan orang untuk jujur pada konsumen atau orang lain. Nilai syariah mencegah orang (marketer) terperosok pada kelirumologi itu tadi. Ada nilai-nilai yang harus dijunjung oleh seorang pemasar. Apalagi jika ia Muslim.

Apakah nilai marketing syariah bisa diterapkan umat lain?

Lha ya nilai Islam itu universal. Rahmatan lil alamin. Begitu kan istilahnya. Nabi Muhammad itu menyebarkan ajaran Islam pasti bukan hanya untuk umat Islam saja. Jadi tidak apa-apa jika nilai marketing syariah ini inisiatif orang Islam supaya bisa menginspirasikan orang lain. Makin banyak non-Muslim yang ikut menerapkan nilai ini, makin bagus. Saya ikut mengendorse marketing syariah. Soal jujur itu kan universal. Jadi marketing syariah harus diketahui orang lain dalam rangka rahmatan lil alamin itu.

Apa nilai inti marketing syariah?

Integrity atau tak boleh bohong. Transparansi. Orang kan tak boleh bohong. Jadi orang membeli karena butuh dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan, bukan karena diskonnya. Itu jika konsep marketing dijalankan secara benar.

Bagaimana muasal perkembangan nilai spiritual dalam marketing?

Sejalan dengan perkembangan dunia. Setelah September attack, orang melihat IQ dan EQ saja tidak cukup. Harus ada SQ, spiritual quotient.

Orang melihat Apakah nilai marketing syariah ini akan bertahan?

Ya pasti sustain. Karena prinsip dasarnya kejujuran. Ini yang dibutuhkan semua orang. Apalagi setelah kasus seperti Enron, Worldcom dan lainnya. Orang melihat bisnis itu harus jujur.

Lalu di mana peran ilmu marketing dalam konsep syariah?

Syariah mengendorse marketing dan marketing mengendorse syariah. Ilmu marketing menyumbangkan profesionalitas dalam syariah. Karena jika orang marketing tidak profesional, orang tetap tidak percaya. Lihat saja bagaimana investor Timur Tengah belum mau investasi di Indonesia, meski negara ini populasinya mayoritas Muslim. Karena mereka tidak yakin dengan profesionalitas kita. Jadi, jujur saja tidak cukup.

Bukankan nilai kejujuran dan transparansi itu diajarkan semua agama?

Ya. Memang semua agama mengajarkan nilai itu. Tapi jangan lupa bahwa islam itu rahmatan lil alamin. Jadi, ada titik singgung. Bukankah lebih baik mencari yang serupa dari pada memperkarakan yang berbeda. Jika begitu hidup kita damai. Menurut saya, tak mengapa kita sebut marketing syariah. Karena mayoritas populasi di Indonesia itu Muslim. Jadi nilai syariah yang kita kedepankan. Kita mulai di sini, di Indonesia. Ada bagusnya jika yang mengendorse itu orang Islam, bukan yang lain.

Setelah nilai spiritual konsep apa lagi yang akan mengemuka dalam dunia bisnis?

Millenium. Orang mencari keseimbangan. Maksudnya orang berbisnis itu harus menjaga kelangsungan alam, tidak merusak lingkungan. Berbisnis juga ditujukan untuk menolong manusia yang miskin dan bukan menghasilkan keuntungan untuk segelintir orang saja. Nilai-nilai
ini ke depan akan mengemuka. Sekarang pertemuan para praktisi marketing mulai mengarah ke sana.

Setelah mengenal Islam, apa pendapat Anda tentang nilai yang diajarkan?

Islam agama yang universal dan komprehensif. Guidance-nya lengkap. Ada petunjuk untuk seorang pedagang, kepala negara, seorang anak, panglima perang dan semuanya. Ada diatur secara lengkap. Di atas semua itu saya melihat Islam itu ajaran yang damai dan indah. Ajaran Islam bisa dipakai semua orang. Itu kesan saya dan mengapa saya mau mempelajari nilai Islam untuk dikembangkan dalam konsep marketing. Saya sekarang menjadi aktivis lingkungan dan nilai-nilai. (Republika / tid )

Sumber : http://trimudilah.wordpress.com/2007/04/25/hermawan-kartajaya/
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Krisis ekonomi dunia yang terjadi di Benua Eropa, dan lebih khusus di Amerika Serikat beberapa waktu lalu membuktikan bahwa ekonomi kapitalis/liberal yang selama ini menjadi motor ekonomi dunia keropos dan lemah. Ini memberi peluang bagi sistem ekonomi Islam atau ekonomi syariah untuk kian berkembang. Namun, peluang tersebut belum di respon dengan baik oleh kalangan praktisi ekonomi syariah di Indonesia. Walaupun diakui bahwa himpitan sistem ekonomi kapitalis yang mayoritas dipergunakan diberbagai negara, menjadikan sistem ekonomi syariah menjadi termarjinalkan. Ironis memang, kalangan muslim pun menyebutkan sistem ekonomi syariah sebagai suatu sistem ekonomi alternatif dalam artian pilihan lain atau pilihan kedua. Seharusnya umat Islamlah yang menjadikan ekonomi syariah sebagai sistem yang berada dalam lintasan arus utama. Namun demikian di beberapa negara seperti Malasyia, Sudan dan mesir sudah menerapkan ekonomi syariah sejak tahun 70 an. Akan tetapi gaungnya belum besar seperti yang diharapkan.

Di Indonesia sendiri mulai dekade 1990 an dapat dikatakan sudah memasuki era ekonomi syariah yang ditandai dengan munculanya berbagai lembaga bisnis dan keuangan yang memakai prinsip syariah. Seperti Bank Muamalat yang berdiri sekiar tahun 1990 an. Yang paling fenomenal adalah perkembangan bank syariah yang akselarasinya baik dalam tatanan diskursus atau wacana teoritis maupun kelembagaan cukup memiliki trend yang baik bahkan dapat dikatakan eskalasinya menjadi semacam bola salju.

Dengan diberlakukannya Peraturan Bank Indonesia No.11/10/PBI/2009 tanggal 19 Maret 2009 tentang Unit Usaha Syariah, bahwasanya Modal disetor Pendirian Bank Umum Syariah hasil pemisahan ditetapkan paling kurang sebesar sebesar Rp.500 Milyar membuka peluang besar bagi bank-bank lain untuk mendirikan bank syariah.

Disamping itu, yang paling menggembiran setelah munculanya Bank Syariah adalah tumbuhnya lembaga ekonomi mikro syariah (BMT) di Indonesia. Ini ditandai berdirinya BMT Techno di awal tahun 90 an yang didirikan oleh alumni ITB Bandung, setelah itu munculah BMT bak jamur di musim penghujan, termasuk berdirinya beberapa BMT di akhir tahun 1994 di Yogyakarta. Sampai akhir tahun 2009 ini jumlah BMT di Indonesia diperkirakan lebih dari 3500 an, di Yogyakarta sendiri ada 130 an BMT. Sebuah perkembangan yang sangat luar biasa, kalau tidak dikatakan sangat merisaukan karena problemmnya yang kompek ; problem SDM, tehnologi dan juga persaingan antar lembaga

Oleh karena itu, dalam menghadapi era kompetisi dewasa ini maka yang pertama harus dihindari adalah persaingan antar Bank Syariah/lembaga keuangan mikro syariah. Persaingan perlu dieliminasi dalam memperebutkan mitra/nasabah dengan jalan memberikan pelayanan yang terbaik sekurang-kurangnya sama bahkan harus lebih baik dari bentuk pelayanan bank konvensional terutama pada penggunaan Information and Communication Technology (ICT), SDM yang profesional dan strategi persaingan yang ahsan dan arif.


Pernyataan tentang keunggulan bersaing sering dikemukakan namun belum ada definisi yang pasti. Bila kita mereview literatur strategi, istilah keunggulan bersaing memiliki makna umum berupa penciptaan nilai. Terdapat beragam pendekatan dalam keunggulan bersaing.

Menurut M. Porter, keunggulan bersaing adalah hati kinerja perusahaan dalam pasar kompetitif. Lebih lajut didalam bukunya, ia menunjukan bagaimana perusahaan dapat secara aktual menciptakan dan memelihara keunggulan bersaing perusahaan secara berkelanjutan di dalam industri, bagaimana menerapkan strategi umum untuk itu.

Competitive Advantage atau Keunggulan bersaing dalam pandangan Porter dapat berarti memiliki biaya rendah, keunggulan diferensiasi, atau strategi fokus yang berhasil. Porter meyakini bahwa bahwa keunggulan bersaing tumbuh secara fundamental dari nilai perusahaan yang dapat diciptakan untuk para pembeli yang melampaui biaya menciptakannya.

Ketika melakukan kajian terhadap strategi perusahaan, harus dipahami bahwa strategi tersebut berbeda antar-industri, antar-perusahaan, dan antar-situasi. Porter mengelompokkan strategi ini ke dalam strategi generik, yaitu strategi perusahaan dalam rangka mengungguli pesaing dalam industri sejenis :

a. Strategi Diferensiasi (differentiation). Cirinya adalah perusahaan memutuskan untuk membangun persepsi pasar potensial terhadap produk/jasa yang unggul agar tampak berbeda dibandingkan produk pesaing. Pelanggan diharapkan mau membeli dengan harga mahal karena adanya perbedaan itu.

b. Strategi Kepemimpinan Biaya Menyeluruh (overall cost leadership). Cirinya adalah perusahaan mengkonsentrasikan perhatian pada harga jual produk yang murah untuk menekan biaya produksi, promosi, maupun riset. Jika perlu, produk yang dihasilkan hanya sekedar meniru produk pesaing.

c. Strategi Fokus (focus). Cirinya adalah perusahaan mengkonsentrasikan pada pangsa pasar tertentu untuk menghindar dari pesaing.

Manajemen strategi adalah seni dan pengetahuan untuk merumuskan, mengimplementasikan, dan mengevaluasi keputusan lintas fungsional yang membuat organisasi mampu mencapai tujuannya (David, 2002:5)

Dengan adanya Manajemen Strategi, memungkinkan suatu organisasi untuk lebih proaktif ketimbang reaktif dalam membentuk masa depan sendiri. Hal ini memungkinkan suatu organisasi untuk mengawali dan mempengaruhi aktivitas, dan dengan demikian dapat berusaha keras mengendalikan tujuan sendiri, membantu organisasi membuat strategi yang lebih baik dengan menggunakan pendekatan yang lebih sistematis, logis, dan rasional pada pilihan strategi dan membantu perusahaan dalam menghadapi persaingan di lingkungan industri dimana perusahaan berada (Pearce II and Robinson Jr., 2003:6).

Strategi yang dilakukan dalam meningkatkan competitive advantage yaitu :

1. Membuat variasi produk simpanan dan pembiayaan.

Problem di BMT selama ini adalah rendahnya inovasi dan kreatifitas dalam membuat produk-produk layanan yang diberikan kepada mitranya. Problem akut yang menjadi akar permasalahannya : rendahnya kemampuan SDM di BMT, tidak memiliki dewan syariah yang mumpuni dan memahami produk-produk syariah dan terjebak dalam rutinitas kerja sehingga tidak sempat memikirkan pengembangan produk

Kedepan, kalau BMT mau tetap eksis dan mampu bertahan di tengah persaingan maka harus dapat menjawab persoalan dan kebutuhan mitra, sehingga mitra tidak memalingkan ke lembaga lain yang lebih baik walaupun tidak syariah

2. Mensosialisasikan secara intensif dan kontinyu pemahaman kepada masyarakat mengenai produk dan layanan BMT, karena masih banyak masyarakat memiliki persepsi tidak tepat mengenai operasional lembaga mikro syariah. Beberapa kegiatan ini misalnya : kampanye syariah, Pekan Olah Raga Syariah, ceramah/sosialisasi di Masjid/majlis taklim, membuat seminar ekonomi syariah dll

3. Membuka jaringan kantor . Membuka kantor sebagai bagian dari strategi sangat diperlukan bagi BMT untuk pengembangan usahanya, mengingat tingkat 'persaingan" antar lembaga BMT di beberapa kota seperti di Yogyakarta sangat ketat.

Sebagai bagian dari proses penyebaran ekonomi syariah dan pengembangan usaha maka sebaiknya pembukaan kantor sebaiknya memenuhi kaidah : tidak melakukan pembukaan kantor di suatu pasar/wilayah yang sudah ada BMT nya, melakukan studi kelayakan bisnis secara ketat, valid dan layak

4. Merekrut Sumber Daya Insani (SDI) yang kompentence dan memiliki ghirah untuk mengembangan ekonomi syariah

Namun demikian, problem utama SDI di BMT adalah rendahnya minat orang untuk berkairi di BMT. BMT masih menjadi pilihan yang kesekian setelah mentok di sana sini, lemahnya ghirah untuk mengembangkan ekonomi syariah, dan rayuan dari Bank-bank besar yang membuka layanan mikro syariah.

Kedepan, kalau BMT mau tetap eksis harus kompetitif, profesional, dan mejadi pilihan bagi SDI yang unggul, kompetence, berkarakter dan mampu memberikan finansial yang cukup bagi para SDI sehingga mereka tidak hengkang ke tempat lain

5. Efisiensi dan efektifitas di segala bidang.

Melihat persaingan lembaga yang sangat ketat, maka BMT pun perlu menerapkan strategi Ini. Beberapa strategi yang dilakukan misalnya : model angsuran harian di ubah menjadi mingguan, atau bulanan, kontrol angsuran yang ketat kepada mitra, dokumen/form-form dibuat simple dan sederhana, dll

Oleh Ahmad Sadjid Laeli, dari berbagai sumber

Sumber: http://www.bmtberingharjo.com/_Strategi_Competitive_Advantage_Lembaga_Keuangan_Mikro_Syariah_:_BMT.html
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

BMT Antara Kecepatan Kenyamanan dan Resiko

BMT adalah singkatan dari Baitul Maal wa Tamwil. Suatu lembaga keuangan mikro syariah yang digerakkan awal tahun sembilan puluhan oleh para aktivis muslim yang resah melihat keberpihakan ekonomi Negara yang tidak berpihak kepada wong cilik. Keberhasilan BMT adalah bagaimana bisa meraih kepercayaan dari masyarakat dan mengenali nasabah secara intens dan cepat, ini dimungkin-kan karena transaksi dilakukan secara harian, mingguan bahkan bulanan.

Banyak pelaku pengusaha kecil dalam era globalisasi ini belum bisa dan tidak tahu caranya untuk mengakses lembaga pemberi pinjaman seperti Bank, BPR ataupun lembaga pembiayaan lainnya hanya karena pengusaha kecil tersebut tidak bisa memenuhi syarat–syarat yang diminta oleh lembaga perbankan, yang sebenarnya pengusaha kecil tersebut sangat membutuhkan permodalan dan BMT menangkap peluang itu, banyak transakasi–transaksi pengajuan pinjaman ditolak oleh lembaga perbankan yang akhirnya muaranya ke BMT dan BMT bisa menfasilitasi dengan syarat–syarat yang sangat fleksible dan negosiatif dan dengan pelayanan yang cepat. Hanya yang perlu dipertimbangkan disini adalah bagaimana BMT bisa melakukan hal tersebut tanpa meninggalkan faktor resiko yang akan muncul dalam hal ini masih banyak BMT–BMT yang lemah dalam mengelola resiko tersebut dan yang lebih penting diperhatikan adalah baju syariah yang selama ini kita pakai jangan sampai terkotori oleh perilaku–perilaku yang tidak syariah ataupun kebijakan–kebijakan lembaga yang tidak syariah dan jika hal itu terjadi pasti panen komplain dari mitra yang akan didapat dan jangan kaget jika akan muncul statement “Ah… sama saja BMT dengan bank lain“, kita harus berani dan convidence untuk berteriak “JELAS BEDA SITEM SYARIAH DAN KONVENSIONAL”

Oleh sebab itu sebagai konsekwensi kita harus melakukan proses pekerjaan dari A TO Z betul – betul secara syariah, tidak hanya berbaik–baik terhadap mitra pembiayaan lancar tetapi juga harus berbaik–baik terhadap mitra pembiayaan yang bermasalah, akan tetapi jangan coba-coba untuk main–main dengan BMT jika nasabah tersebut berkarakter tidak baik BMT pun bisa lebih tegas dari lembaga keuangan yang lain. Berikut beberapa hal agar BMT tidak dipandang sebelah mata oleh calon–calon mitra pembiayaan yang dari awal sudah mempunyai I’tikad tidak baik terhadap BMT:

Pertama;
Menjalankan secara tajam, professional serta obyektif dalam proses analisa pembiayaan: wewenang mitra pembiayaan, watak mitra pembiayaan, kemampuan mitra pembiayaan, modal atau harta yang dimiliki oleh mitra pembiayaan, jaminan yang dimiliki mitra pembiayaan, prospek usaha mitra, maksud atau tujuan pembiayaan diberikan, pembayaran kembali pembiayaannya, orangnya serta sektor usaha yang dibiayai.

Kedua;
Perbanyaklah portofolio pembiayaan produk MUSYAROKAH ( Pembiayaan untuk usaha ) bukan pembiayaan KONSUMTIF. Kita perlu mengadop budaya perbankan, yang menjadi tujuan bank adalah pemberian pembiayaan usaha. Jadi pembiayaan usaha itulah nomor satu yang dilakukan bank. Sementara, jaminan atau agunan hanyalah salah satu cara bank untuk menjamin apakah peminjam itu akan melaksanakan kewajibannya dengan baik. Jaminan dianggap sebagai jalan keluar kedua atau jalan keluar terakhir pada saat nasabah tidak melaksanakan kewajibannya dengan baik, jaminan itulah yang dicairkan untuk melunasi kewajibannya. Oleh karena itu, bank memberikan cara khusus untuk menilai suatu jaminan.

Ketiga;
Pemenuhan standar kekuatan akad pembiayaan terutama dalam pengikatan jaminan secara Notariil seperti Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan (SKMHT), Akta Pembebanan Hak Tanggungan (APHT), Fidusia, Legalisasi bahkan sampai penerapan Kekuatan perikatan jual beli dan kuasa menjual.

Keempat;
Profesionalisme dan kemahiran SDM dalam menjalankan proses aplikasi terhadap pemasangan pengikatan jaminan, bukan hanya sekedar akta saja akan tetapi tidak bisa menjalankan jika terjadi wanprestasi dimana penyelesaian wanprestasi tersebut harus dilakukan melalui pelaksanaan eksekusi hak tanggungan yang dimediatori oleh Kantor Pelayanann Kekayaan Negara dan Lelang (KPKLN) dan atau jika terhadap kekuatan pengikatan Fidusia bisa melakukan sampai tahap meng–IMPLEMENTASIKAN masalah perkara perdata ke masalah perkara pidana jika terjadi pelanggaran terhadap Undang–Undang Fidusia.

Sumber: http://www.bmtberingharjo.com/BMT_Antara_Kecepatan_Kenyamanan_dan_Resiko.html
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Launching BMT Berkah Ukhuwah

Alhamdulillahirabbil'alamin.

Tepat pada hari Ahad tanggal 4 April 2010, bertempat di Jl. Sudirman (Pasar Senggol-Blok G), Dumai Timur, telah diluncurkan sebuah lembaga perjuangan ekonomi Islam yang bernama BMT Berkah Ukhuwah. Lembaga ini telah mulai dirancang sejak Desember 2009, yang diawali oleh beberapa pemrakarsa diantaranya Sdr. Suryono S.Pd, Aulia Chandra S.Pt, Taufik Rizani S.Ikom, Iwan Kurniawan A.Ma & Irman Budi Prasetyo S.E. Semoga cita-cita kita bersama dalam mewujudkan masyarakat yang makmur & sejahtera serta "berkiblat" pada prinsip-prinsip syariah dapat segera terwujud. Amin Ya Rabbal'alamin.

Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Menilai Tingkat Kesehatan BMT Dari Aspek Manajemen

Tulisan: Zaenal A, STP

Pendahuluan

BMT merupakan salah satu model lembaga keuangan syariah yang paling sederhana yang saat ini banyak muncul dan tenggelam di Indonesia. Sayangnya, gairah munculnya begitu banyak BMT di Indonesia tidak didukung oleh faktor-faktor pendukung yang memungkinkan BMT untuk terus berkembang dan berjalan dengan baik. Fakta yang ada di lapangan menunjukkan banyaknya BMT yang tenggelam dan bubar yang disebabkan oleh berbagai macam hal antara lain: manajemennya yang amburadul, pengelola yang tidak amanah dan profesional, tidak dipercaya masyarakat, kesulitan modal dll. Akibatnya, citra yang timbul di masyarakat sangat jelek. BMT identik dengan jelek, tidak dapat dipercaya, dan sebagainya.

Suatu BMT tetap harus memenuhi kriteria-kriteria layaknya sebuah bank syariah besar dengan beribu-ribu nasabahnya. Salah satu alasan yang sederhana adalah sebuah lembaga yang mengelola uang masyarakat, tentunya harus kredibel, dapat dipercaya oleh masyarakat. Siapapun pasti ingin dirinya diyakinkan bahwa uang yang dia simpan di suatu BMT aman dari resiko apapun dan setiap saat dapat mengambil uangnya kembali.

Tulisan berikut hanya menggambarkan sebagian kriteria-kriteria untuk menilai apakah suatu BMT mempunyai status baik atau tidak, namun dirasa cukup untuk dijadikan indikator.

Tingkat Kesehatan BMT

Tingkat kesehatan BMT merupakan suatu kondisi yang terlihat sebagai gambaran kinerja dan kualitas BMT, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor dan dapat mempengaruhi aktivitas BMT serta pencapaian target-target BMT, untuk jangka pendek maupun jangka panjang. Penilaian tingkat kesehatan BMT sangat bermanfaaat untuk memberikan gambaran mengenai kondisi aktual BMT kepada pihak-pihak yang berkepentingan, terutama bagi nasabah dan pengelola. selain itu, dengan mengetahui tingkat kesehatannya akan membantu pihak-pihak tertentu dalam pengambilan keputusan sehingga terhindar dari kesalahan pengambilan keputusan.

Beberapa faktor baik internal maupun eksternal yang dapat mempengaruhi secara langsung maupun tidak langsung tingkat kesehatan BMT, yaitu:
1. faktor SDM, kondisi BMT sangat dipengaruhi oleh kemampuan SDM dalam mengelola BMT
2. faktor sumber daya, termasuk didalamnya adalah dana dan fasilitas kerja

Dalam melakukan penilaian terhadap BMT terdapat 5 aspek yang menjadi acuan dasar penilaian. Dasar penilaian ini mengacu pada sistem penilaian kesehatan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia (BI) yang dikenal dengan istilah CAMEL (Capital adequacy, Asset quality, Management of risk, Earning ability, dan Liquidity sufficiency). Kelima aspek tersebut adalah modal, kualitas aktiva produktif, manajemen, rentabilitas dan likuiditas.

Penilaian Aspek Manajemen BMT

Penilaian kuantitatif terhadap manajemen meliputi beberapa komponen, yaitu manajemen permodalan, kualitas aktiva, manajemen umum, manajemen rentabilitas, dan manajemen likuiditas. Sedangkan perhitungan nilai kredit didasarkan pada hasil penilaian jawaban (jumlah nilai positif) dari pertanyaan mengenai manajemen BMT yang secara keseluruhan berjumlah 60 pertanyaan. Berikut pertanyaan-pertanyaan tersebut:

Permodalan
1. Memiliki ketentuan tertulis mengenai penetapan besarnya simpanan pokok, simpanan wajib, pemupukan modal dari cadangan laba serta tatacara pelaksanaannya (P/N)
2. Memiliki ketentuan mengenai perlakuan terhadap inventaris, investasi dan harta lembaga lainnya berkenaan dengan alokasi modal (P/N)
3. Memiliki ketentuan mengenai tingkat kelancaran pembiayaan (aturan kolektibilitas) (P/N)
4. Memiliki aturan tertulis mengenai Cadangan Penghapusan Piutang (CPP) (P/N)
5. Memiliki kebijakan untuk menyisihkan sebagian labanya untuk memperkuat permodalan (P/N)
6. Tingkat pertumbuhan laba ditahan sama atau lebih besar dari tingkat pertumbuhan asset (P/N)
7. Tingkat pertumbuhan modal BMT sama atau lebih besar dari tingkat pertumbuhan asset (P/N)
8. BMT memiliki aturan yang mengatur mengenai penghapusbukuan pinjaman yang macet (P/N)
9. BMT senantiasa memantau kondisi finansial yang berkaitan langsung dengan kecukupan modal BMT (P/N)
10. BMT memiliki aturan tertulis mengenai aturan modal hibah, modal penyertaan serta alokasinya (P/N)

Kualitas Asset
11. BMT memiliki kebijakan/aturan tertulis mengenai pinjaman kepada pihak internal (pengelola, pengurus, pemeriksa dan dewan syariah) (P/N)
12. BMT memiliki prosedur pembiayaan tertulis mulai dari proses permohonan, pencairan pinjaman, pengadministrasian dan pengawasannya (P/N)
13. BMT memiliki sistem dan prosedur tertulis mengenai penetapan penilaian dan pengikatan agunan (P/N)
14. BMT memiliki strategi tertentu yang tertulis dalam menangani pembiayaan bermasalah (P/N)
15. BMT senantiasa memantau konsistensi dan mematuhi penggunaan/prosedur pembiayaan (P/N)
16. BMT tidak melanggar Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) (P/N)
17. BMT tidak memperkenankan penetapan persyaratan yang lebih ringan untuk fasilitas pembiayaan kepada pihak internal (P/N)
18. Trend pinjaman bermasalah BMT membaik 6 bulan terakhir (P/N)
19. BMT mengadministrasikan agunan dengan baik dan aman (P/N)

Manajemen/Pengelolaan
20. Dalam pelaksanaannya BMT konsisten dengan sistem syariah (P/N)
21. BMT memiliki kebijaksanaan umum tertulis yang mencakup kegiatan utamanya (simpan pinjam) (P/N)
22. BMT memiliki rencana anggaran (proyeksi finansial) minimal untuk 1 tahun yang mencakup: penghimpunan dana masyarakat, target lending (pemberian pinjaman), pendanaan, pendapatan (P/N)
23. BMT memiliki perencanaan mengenai pengembangan/peningkatan kualitas SDM (P/N)
24. BMT senantiasa mengadakan perencanaan mingguan dan bulanan (P/N)
25. BMT senantiasa melakukan evaluasi terhadap capaian target dari perencanaan (P/N)
26. BMT secara reguler mengadakan rapat manajemen, operasional dan marketing (P/N)
27. BMT memiliki brankas untuk menyimpan uang dan jaminan (P/N)
28. BMT memiliki kantor yang terpisah dengan pihak lain (P/N)
29. Hasil seluruh rapat manajemen/operasional/marketing selalu dibuat notulen tertulis dan diadministrasikan dengan baik (P/N)
30. BMT memiliki struktur organisasi dan job description tertulis dan diketahui dan dilaksanakan oleh seluruh pengelola BMT (P/N)
31. BMT memiliki peraturan kekaryawanan (P/N)
32. BMT memiliki peraturan yang menjamin keamanan operasional BMT (P/N)
33. Frekuensi rapat pengurus minimal 1 kali dalam 1 bulan (P/N)
34. BMT memiliki jumlah pengelola yang purna waktu diatas 4 orang (P/N)
35. BMT memiliki sisdur simpan dan pinjam yang tertulis dan disahkan (P/N)
36. BMT memiliki kebijakan mengenai pengeluaran uang yang tertulis dan disahkan (P/N)
37. BMT memiliki sistem dan kebijakan akuntansi yang tertulis dan disahkan (P/N)
38. Gaji staff di BMT 1,5 kali UMR (P/N)
39. Gaji kepala bagian di BMT 2 kali UMR (P/N)
40. Gaji manajer di BMT 3 kali UMR (P/N)

Rentabilitas
41. BMT mempunyai kebijakan untuk membatasi/meniadakan pinjaman untuk usaha baru (P/N)
42. Dalam pemberian pinjaman BMT lebih mengutamakan kemampuan bayar daripada tersedianya agunan (P/N)
43. BMT menghindari pemberian pinjaman yang bersifat spekulatif/usaha yang belum dikuasai dan dipahami oleh BMT yang menghasilkan keuntungan tinggi tetapi beresiko tinggi (P/N)
44. Rencana kerja BMT memuat adanya upaya-upaya dalam mengusahakan sumber dana murah (P/N)
45. ROA (return on asset) BMT minimal 2,5 % atau cenderung meningkat dalam 6 bulan terakhir (P/N)
46. ROE (return on equity) BMT minimal 2,5 % atau cenderung meningkat dalam 6 bulan terakhir (P/N)
47. Tingkat pertumbuhan laba BMT sama atau lebih besar dari pertumbuhan asset (P/N)
48. Realisasi biaya operasional antara proyeksi anggaran dan realisasi anggaran tidak melebihi 15 % (P/N)
49. BMT memiliki ketentuan bahwa semua pengeluaran/biaya harus didukung dengan bukti-bukti yang valid (P/N)

Likuiditas
50. BMT memiliki kebijaksanaan tertulis yang menyangkut pengendalian likuiditas (P/N)
51. BMT memiliki kebijaksanaan/strategi khusus dalam mencari dan mempertahankan mitra- mitra funding potensial (P/N)
52. BMT merencanakan LDR dalam batas-batas yang sehat (P/N)
53. BMT memiliki asset yang likuid guna menjamin likuiditas (P/N)
54. BMT memiliki kredibilitas yang baik antar BMT sehingga memungkinkan sewaktu-waktu mendapat pinjaman dana guna menutupi kebutuhan likuiditasnya (P/N)
55. BMT pada umumnya dapat mempertahankan mitra pemilik dana yang relatif besar pada satu tahun terakhir (P/N)
56. BMT memiliki kebijakan dalam mengatur hubungan antara jumlah pinjaman yang akan diterima dari lembaga lain untuk menjaga likuiditasnya (P/N)
57. BMT memiliki kebijakan yang mengatur hubungan antara jumlah pinjaman yang diberikan dengan jumlah dana masyarakat (P/N)
58. Memiliki pedoman administrasi yang efektif untuk memantau kewajiban yang jatuh tempo (P/N)
59. Memiliki sistem informasi manajemen yang memadai untuk memantau keadaan likuiditas (P/N)

Kriteria Penilaian
Hitung jawaban-jawaban positif (P) anda, dan cocokkan dengan skala penilaian dibawah ini:
=> Kurang dari 20 (Sangat Kurang)
=> 20 s/d < 30 (Kurang)
=> 30 s/d < 40 (Lumayan)
=> 40 s/d < 50 (Baik)
=> 50 s/d 60 (Sangat baik)

Sumber : http://trimudilah.wordpress.com/2006/12/05/bmt/
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...