Zakat Bebaskan Biaya Madrasah di Pakistan

Memang menakjubkan, di tengah-tengah pertikaian antara pihak Taliban dengan tentara Pakistan dan melambungnya harga barang-barang kebutuhan pokok, justru semua madrasah-madrasah di Pakistan tidak memungut uang dari santri-santrinya.

Sebagian kecil saja madrasah yang mengambil bayaran dari santrinya, itu pun hanya sedikit bayarannya. Seperti Madrasah Zakaria yang terkenal di Rawalpindi, dekat kota Islamabad walaupun letaknya di kota besar tetapi madrasah mengambil bayaran per bulan dari santrinya hanya 300 rupee atau sekitar Rp 40.000, itupun bagi santri yang tidak mampu dibebaskan dari pembayaran.

Sedangkan sebagian besar madrasah-madrasah di Pakistan gratis tidak memungut biaya dari santrinya. Semua biaya makan minum, listrik, tempat tinggal dan lain sebagainya ditanggung pihak madrasah. Bahkan ada madrasah yang memberi uang bulanan kepada santri-santrinya seperti Darul Ulum, Yusuf Benori Newtown di Karachi tiap bulannya memberi uang kepada 1000 lebih santrinya sebesar kurang lebih 800 rupee atau Rp 100.000

Sekarang yang menjadi pertanyaan madrasah-madrasah di Pakistan mendapatkan uang dari mana? Maka jawabannya adalah Allah SWT sudah membuka hati kaum Musllimin di Pakistan untuk mencintai madrasah-madrasah. Sebagian besar orang kaya di Pakistan menunaikan zakatnya karena mereka berkeyakinan bahwa mengeluarkan zakat atau sedekah tidak akan mengurangi harta bahkan akan menambah harta.

Sehingga ketika orang kaya Pakistan menyerahkan zakat kepada suatu madrasah bukan ulamanya yang mengucapkan terimakasih, tapi justru orang kayanya yang mengucapkan terimakasih karena hartanya bisa dipakai untuk agama.
Pemerintah Pakistan tidak mengurusi urusan zakat. Sehingga orang Pakistan yang ingin mengeluarkat zakatnya dan mencari madrasah-madrasah untuk menyerahkan zakatnya sehingga uang zakat langsung diterima pada orang yang layak tanpa lewat perantaraan campur tangan pemerintah Pakistan.

Sumber: sabili.co.id
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Strategi Pengentasan Kemiskinan

Oleh : Muzakhir Rida

Sejak awal kemerdekaan, bangsa Indonesia telah mempunyai perhatian besar terhadap terciptanya masyarakat yang adil dan makmur sebagaimana termuat dalam alinea keempat Undang-Undang Dasar 1945. Program-program pembangunan yang dilaksanakan selama ini juga selalu memberikan perhatian besar terhadap upaya pengentasan kemiskinan karena pada dasarnya pembangunan yang dilakukan bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Meskipun demikian, masalah kemiskinan sampai saat ini terus-menerus menjadi masalah yang berkepanjangan.

Pada umumnya, partai-partai peserta Pemilihan Umum (Pemilu) 2004 juga mencantumkan program pengentasan kemiskinan sebagai program utama dalam platform mereka. Pada masa Orde Baru, walaupun mengalami pertumbuhan ekonomi cukup tinggi, yaitu rata-rata sebesar 7,5 persen selama tahun 1970-1996, penduduk miskin di Indonesia tetap tinggi.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), persentase penduduk miskin di Indonesia tahun 1996 masih sangat tinggi, yaitu sebesar 17,5 persen atau 34,5 juta orang. Hal ini bertolak belakang dengan pandangan banyak ekonom yang menyatakan bahwa pertumbuhan ekonomi yang tinggi dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pada akhirnya mengurangi penduduk miskin.

Perhatian pemerintah terhadap pengentasan kemiskinan pada pemerintahan reformasi terlihat lebih besar lagi setelah terjadinya krisis ekonomi pada pertengahan tahun 1997. Meskipun demikian, berdasarkan penghitungan BPS, persentase penduduk miskin di Indonesia sampai tahun 2003 masih tetap tinggi, sebesar 17,4 persen, dengan jumlah penduduk yang lebih besar, yaitu 37,4 juta orang.

Kemiskinan adalah fakta sosial yang nyaris absolut di Indonesia. Sejak zaman kolonial Belanda sampai sekarang, negara ini dikenal sebagai negara miskin. Data tentang kemiskinan sekarang, terlepas dari perdebatan tentang indikator, tidaklah membanggakan. Jumlah orang miskin di Indonesia mencapai 17% dari penduduk saat ini yang 220 juta. Jumlah penganggur 10 juta orang.

Kemiskinan di Indonesia harus dilihat sebagai malapetaka kemanusiaan yang amat tragis. Bila di negara maju kemiskinan itu bisa relatif karena mereka memperoleh tunjangan sosial walaupun tidak memperoleh pekerjaan. Di Indonesia orang-orang miskin betul-betul kehilangan segala-galanya, termasuk harapan. Karena tidak ada jaring pengaman apa pun oleh negara yang mampu menolongnya.

Karena itu, dalam memerangi kemiskinan, haruslah dilakukan dalam dua persepektif. Pertama, negara harus menempatkan perang terhadap kemiskinan sebagai perintah konstitusi. Karena itu ketidakmampuan mengurangi jumlah orang miskin tidak bisa dianggap sebagai kegagalan biasa, tetapi kejahatan. Kedua, kegagalan pemerintah memerangi korupsi harus pula dianggap sebagai kejahatan. Hanya dengan begini negara dan pemerintah memiliki kewajiban yang imperatif. Tidak sekadar mengakui kegagalan.

“Poverty is not created by poor people. It is produced by our failure to create institutions to support human capabilities,” Prof.Muhammad Yunus, Pendiri Grameen Bank, Bangladesh. (Penerima Nobel Perdamaian 2006.) Dari pernyataan itu tersirat bahwa kemiskinan itu akibat kesalahan pembuat kebijakan dan keputusan dalam pembangunan negara yang tidak menyentuh kegiatan-kegiatan yang dapat meningkatkan kemampuan manusia. Kemiskinan merupakan buah dari salah urus dalam pengelolaan negara, dan tidak ada persoalan yang lebih besar selain kemiskinan.

Kesalahan paradigma dalam penanggulangan kemiskinan

Penanggulangan kemiskinan yang selama ini terjadi memperlihatkan beberapa kekeliruan paradigmatik, antara lain pertama, masih berorientasi pada aspek ekonomi daripada aspek multidimensional. Penanggulangan kemiskinan dengan fokus perhatian pada aspek ekonomi terbukti mengalami kegagalan, karena pengentasan kemiskinan yang direduksi dalam soal-soal ekonomi tidak akan mewakili persoalan kemiskinan yang sebenarnya. Dalam konteks budaya, orang miskin diindikasikan dengan terlembaganya nilai-nilai seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan, dsb. Sementara dalam konteks dimensi struktural atau politik, orang yang mengalami kemiskinan ekonomi pada hakekatnya karena mengalami kemiskinan struktural dan politis.

Kedua, lebih bernuansa karitatif (kemurahan hati) ketimbang produktivitas. Penanggulangan kemiskinan yang hanya didasarkan atas karitatif, tidak akan muncul dorongan dari masyarakat miskin sendiri untuk berupaya bagaimana mengatasi kemiskinannya. Mereka akan selalu menggantungkan diri pada bantuan yang diberikan pihak lain. Padahal program penanggulangan kemiskinan seharusnya diarahkan supaya mereka menjadi produktif.

Ketiga, memosisikan masyarakat miskin sebagai objek daripada subjek. Seharusnya, mereka dijadikan sebagai subjek, yaitu sebagai pelaku perubahan yang aktif terlibat dalam aktivitas program penanggulangan kemiskinan.

Keempat, pemerintah masih sebagai penguasa daripada fasilitator. Dalam penanganan kemiskinan, pemerintah masih bertindak sebagai penguasa yang kerapkali turut campur tangan terlalu luas dalam kehidupan orang-orang miskin. Sebaliknya, pemerintah semestinya bertindak sebagai fasilitator, yang tugasnya mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki. Paradigma baru menekankan apa yang dimiliki orang miskin ketimbang apa yang tidak dimiliki orang miskin. Potensi orang miskin tersebut bisa berbentuk aset personal dan sosial, serta berbagai strategi penanganan masalah (coping strategies) yang telah dijalankannya secara lokal.

Strategi Penanggulangan Kemiskinan

Mencermati beberapa kekeliruan paradigmatik penanggulangan kemiskinan tadi, ada strategi yang harus dilakukan untuk mengatasi kemiskinan.

Pertama, karena kemiskinan bersifat multidimensional, maka program pengentasan kemiskinan seyogyanya juga tidak hanya memprioritaskan aspek ekonomi tapi memperhatikan dimensi lain. Dengan kata lain, pemenuhan kebutuhan pokok memang perlu mendapat prioritas, namun juga harus mengejar target mengatasi kemiskinan nonekonomik. Strategi pengentasan kemiskinan hen-daknya diarahkan untuk mengikis nilai-nilai budaya negatif seperti apatis, apolitis, fatalistik, ketidakberdayaan, dsb.

Apabila budaya ini tidak dihilangkan, kemiskinan ekonomi akan sulit untuk ditanggulangi. Selain itu, langkah pengentasan kemiskinan yang efektif harus pula mengatasi hambatan-hambatan yang sifatnya struktural dan politis.

Kedua, untuk meningkatkan kemampuan dan mendorong produktivitas, strategi yang dipilih adalah peningkatan kemampuan dasar masyarakat miskin untuk meningkatkan pendapatan melalui langkah perbaikan kesehatan dan pendidikan, peningkatan keterampilan usaha, teknologi, perluasan jaringan kerja (networking), serta informasi pasar.

Ketiga, melibatkan masyarakat miskin dalam keseluruhan proses penanggulangan kemiskinan, mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi, bahkan pada proses pengambilan keputusan.
Keempat, strategi pemberdayaan. Kelompok agrarian populism yang dipelopori kelompok pakar dan aktivis LSM, menegaskan, masyarakat miskin adalah kelompok yang mampu membangun dirinya sendiri jika pemerintah mau memberi kebebasan bagi kelompok itu untuk mengatur dirinya.

Dalam kaitan ini, Ginandjar Kartasasmita menyatakan, upaya memberdayakan masyarakat setidak-tidaknya harus dilakukan melalui tiga cara, yaitu (1) menciptakan suasana atau iklim yang memungkinkan potensi masyarakat berkembang dengan titik tolak bahwa setiap manusia dan masyarakat memilki potensi (daya) yang dapat dikembangkan, (2) memperkuat potensi atau daya yang dimiliki masyarakat, dan (3) memberdayakan pula mengandung arti melindungi. Untuk proyeksi ke masa depan sangat dibutuhkan upaya yang lebih efektif dalam mengatasi kemiskinan.

Pelajaran dari Pemenang Nobel Perdamaian 2006

Kemiskinan sungguh merupakan persoalan struktural yang kompleks. Pelbagai variabel senantiasa mengepungnya dari pelbagai penjuru. Birokrasi, misalnya, adalah salah satu variabel itu. Ini yang membuat ekonom seperti Prof Mubyarto meragukan penyaluran dana bagi kaum miskin melalui birokrasi. Beliau sebaliknya memuji program Inpres Desa Tertinggal yang memotong jalur birokrasi antara si miskin dan bank pedesaan (Kompas, 9/4/2005).

Saat dana dijemput dan dikelola sendiri oleh si miskin, risiko korupsi oleh birokrat desa mengecil. Persoalannya, siapa yang mengidentifikasi si miskin? Bukankah itu dilakukan aparat birokrasi? Kolusi antara birokrat desa dan bank penyalur dana amat mungkin terjadi.

Keprihatinan yang sama juga dirasakan ekonom asal Banglades, Muhammad Yunus. Menurut dia, kemiskinan diciptakan oleh institusi dan kebijakan yang mengitarinya. Reformasi institusional dan kebijakan karena itu menjadi kemestian dalam upaya pengentasan kemiskinan. Namun, reformasi birokrasi di negara dunia ketiga tidak bisa seketika dan menyimpan banyak kendala. Sebab itu, Yunus memperkenalkan sebuah institusi baru bernama Grameen Bank. Grameen Bank adalah bank alternatif yang bekerja di luar jalur birokrasi dan menyentuh langsung wajah si miskin. Bermula di Banglades, Grameen Bank kini sudah mendapat sekian banyak replika di pelbagai negara.

Filsafat manusia yang menopang Grameen Bank cukup menarik. Kemiskinan menurut filosofi itu bukan disebabkan absennya keterampilan (skill). Keterampilan tidak berbanding lurus dengan kualitas hidup seseorang. Dengan kata lain, keterampilan bukan ukuran posisi sosio-ekonomi seseorang. Filsuf Rawls menyebutnya sebagai hasil lotre alam. Keterampilan pun memerlukan dana untuk menatanya. Sementara orang miskin tidak memiliki cukup dana untuk itu. Kalaupun ada, dana itu berupa sumbangan yang tidak menuntut pertanggungjawaban, bahkan menciptakan ketergantungan. Padahal, menurut filosofi Grameen Bank, keluarnya seseorang dari kemiskinan menuntut inisiatif dan kreativitas.

Demi menunjang filosofi itu, Grameen Bank merancang kredit mikro berbasis kepercayaan bukan kontrak legal. Konkretnya, peminjam diminta membuat kelompok yang terdiri dari lima orang dengan satu pemimpin. Pinjaman diberikan secara berurutan dengan catatan orang kedua baru bisa meminjam setelah pinjaman orang pertama dikembalikan. Selain itu, kelompok peminjam dituntut membuat pelbagai agenda sosial yang bermanfaat bagi masyarakat di sekitarnya. Metodologi ini bukan sekadar berfokus kepada kemiskinan finansial, tetapi juga sosial. Ia dirancang guna mendorong rasa tanggung jawab dan solidaritas terhadap sesama peminjam dalam satu komunitas. Ini didaratkan pada tesis bahwa kemiskinan bukan semata disebabkan oleh kekurangan modal finansial, tetapi juga sosial.

Grameen Bank sekali lagi bekerja di luar jalur birokrasi. Pinjaman disalurkan melalui lembaga swadaya masyarakat yang kompeten atau organisasi para peminjam sendiri. Baik LSM maupun organisasi peminjam mesti mengadopsi good governance yang berpangku pada prinsip-prinsip pokok Grameen Bank. Misalnya, suku bunga harus dipastikan memadai bagi keberlanjutan program bukan untuk profit jangka pendek para investor. Program kredit mikro Grameen Bank berfokus pada keberlanjutan program bukan profit. Fokus ini lebih dulu disosialisasikan kepada investor saat penjaringan dana.

Program Grameen Bank sudah membuktikan dirinya dalam mengentaskan kemiskinan di Banglades. Bahkan, riset yang dilakukan Shahid Khondkar (2003) menunjukkan sesuatu yang menarik. Ia menemukan mikro kredit tidak hanya memengaruhi kesejahteraan peserta program, tetapi juga agregat kesejahteraan di tingkat desa. Riset juga menunjukkan bagaimana modal sosial yang diciptakan program ini terbukti amat berpengaruh saat bencana. Ini terlihat, misalnya, setelah bencana banjir di Banglades, tahun 1998. Tanpa menunggu bantuan pemerintah, warga segera mengorganisasi diri dan memanfaatkan dana yang ada untuk keperluan rehabilitasi. Kultur yang sama, sayang, tidak tampak pada masyarakat pedesaan di Indonesia.

Di Banglades sendiri program ini telah mendorong 42 persen peminjam ke atas garis kemiskinan. Ini adalah hasil evaluasi berdasarkan pelbagai indikator, seperti besar pinjaman, jumlah tabungan, kondisi perumahan, pakaian dan pendidikan anak. Sasaran program ini pun tak terbatas ruang-waktu. Demi membebaskan generasi berikut dari kemiskinan, Grameen Bank mendorong anak-anak peminjam untuk bersekolah sampai universitas. Pelbagai insentif dipersiapkan mulai dari beasiswa dan penghargaan pada kelompok peminjam. Penghargaan, misalnya, diberikan pada kelompok peminjam yang anak-anaknya semua bersekolah dan minimal lulus sekolah dasar.

Demi keberlanjutan antargenerasi, Grameen Bank memfokuskan pinjaman pada perempuan. Ada dua misi dari aksi afirmatif ini. Pertama, pemberdayaan perempuan dengan meningkatkan posisi tawar mereka, baik di ruang privat maupun publik. Kedua, peningkatan kualitas hidup anak. Riset membuktikan, peningkatan ekonomi perempuan berbanding lurus dengan tingkat pendidikan dan kesehatan anak. Pemberdayaan ekonomi perempuan, misalnya, berhubungan langsung dengan turunnya angka kematian bayi dan malnutrisi. Ini turut memastikan, generasi berikut tetap bertahan di atas angka kemiskinan.

Eksperimen Grameen Bank patut ditimbang sebagai satu alternatif metodologis dalam mengentaskan kemiskinan di Indonesia. Namun, tidak berarti program ini bebas dari kendala. Kendala paling nyata yang dihadapi program ini adalah formalitas yuridis. Berdasar aturan legal yang ada, LSM atau organisasi peminjam sulit mengubah dirinya menjadi institusi finansial. Sebab itu, parlemen mesti turut membantu dengan mendesain perundang-undangan perbankan yang mendorong konversi LSM dan organisasi peminjam menjadi institusi finansial. Sebab, sebagai institusi formal, mereka terbuka secara legal bagi audit berkala lembaga-lembaga auditor.

Kendala kedua, kultur ketergantungan yang masih menjadi habitus masyarakat kita. Kultur ketergantungan telah menghalangi tertanamnya karakter kemandirian (self-reliance) dalam benak sosial masyarakat. Birokrasi malah senantiasa berupaya mempertahankan kultur ketergantungan itu. Sebab, selain subyek dari penyaluran dana, masyarakat miskin juga sumber nafkah bagi aparat sendiri. Sementara Muhamad Yunus, sang arsitek Grameen Bank, di pelbagai kesempatan selalu menegaskan, kredit mikro adalah hak asasi manusia.

Intervensi sosial, karenanya, mesti dijalankan secara sistematis. Mulai dari seminar, diskusi, sampai lokakarya dengan pelbagai simulasi, semua harus dijalankan secara terprogram. Visi dan misi program mikro kredit ini jelas akan pupus jika institusi finansial sekadar bekerja sebagai penyalur dana. Sebab, sekali lagi, kemiskinan bukan sekadar absennya modal finansial, tetapi juga modal sosial dan budaya. Dengan kata lain, tanpa solidaritas dan kemandirian, masyarakat sulit beringsut keluar dari kemiskinan.

Penumbuh kembangkan LKM/BMT berbasis Kelompok Perempuan.

Adapun Program ini adalah merupakan replikasi dari Grameen Bank yang dilaksanakan oleh M. Yunus, pemenang Nobel Perdamaian 2006 dari Bangladesh. Sesungguhnya Program ini bukan merupakan hal yang baru di Indonesia. Sampai saat ini ICMI (Ikatan Cendikiawan Muslim Indonesia) telah menumbuh kembangkan lebih dari 3000 unit BMT yang dikenal sebagai Baitul Maal wat Tamwil.

Maka saat ini teman-teman dari LAZNAS BMT ICMI tengah berupaya menumbuh kembangkan LKM/BMT (Lembaga Keuangan Mikro / Baitul Maal wat Tamwil) di berbagai tempat. Sebelumnya kami sudah mendirikan BMT Bina Insan Cita yang diharapkan menjadi finance house bagi BMT-BMT yang tumbuh kemudian. Salah satunya saat ini BMT BIC tengah membiayai proyek peternakan kambing dan domba milik Koperasi.

Walaupun LKM/BMT tidak melulu dikembangkan untuk kaum perempuan tapi pengalaman menunjukkan bahwa kaum perempuan lebih “taat” dalam membayar cicilan daripada kaum pria. Sehingga sejak tahun 2006, kami lebih memfokuskan pada kelompok-kelompok perempuan. Antara lain kami telah mendorong tumbuhnya LKM/BMT “Nanggroe Sejahtera” di Nanggroe Aceh Darussalam dengan berbasis kelompok perempuan perajin tikar tradisional yang kini produknya telah mulai banyak diminati dalam pasar lokal dan internasional.

Dan juga di Kab. Pasaman Barat, Sumbar. Sudah sejak dua tahun lalu menumbuhkan LKM/BMT berbasis kelompok perempuan yaitu BMT Insan Madani Pasaman Barat. Yang dulunya hanya bermodal dua juta rupiah kini telah memutar dana sekitar 250 juta rupiah. BMT ini banyak membantu para ibu-bu sehingga membuka warung, pertanian, peternakan bebek dan sebagainya.

Akan banyak sekali contoh keberhasilan LKM/BMT dalam menanggulangi kemiskinan sejak menjadi gerakan nasional di tahun 1995 lalu. Juga kegagalannya. Dan itu semua telah menjadi sebuah solusi komperehensif dan aplikatif untuk di replikasi diseluruh Indonesia, dan sangat efektif dalam memberdayakan kaum perempuan dengan program peningkatan pendapatan keluarga.

Solusi ini kian mendesak untuk segera kita replikasikan sebanyak mungkin, karena dengan semakin meningkatnya harga BBM dan krisis global maka masyarakat kita tidak bisa lagi disuguhkan oleh harapan dan janji para politisi. Masyarakat membutuhkan solusi yang bisa segera mereka laksanakan tanpa harus menunggu pemerintah “sadar” dan berbuat. LKM/BMT berbasis perempuan adalah solusi itu, dan secara empiris telah berhasil dilaksanakan oleh Grameen Bank di Bangladesh dan ICMI di Indonesia. Kini bahkan seluruh dunia terutama di Afrika telah memakai model program ini untuk mengentaskan kemiskinan dan memberdayakan kaum perempuan.

Yang berbeda dari Grameen Bank Bangladesh, LKM/BMT di Indonesia kita bangun dengan sistem Syariah Islam. Jadi tidak riba melainkan bagi hasil. Institusi ini juga akan mendayakan dana-dana sosial seperti zakat, infaq dan sedeqah untuk mengentaskan kemiskinan dan memperbaiki sarana-sarana sosial seperti mesjid, sekolah dan klinik.

Setelah infrastruktur keuangan ini mampu tumbuh dan berkembang maka proyeksi kita selanjutnya adalah membangun Sistem Jaminan Sosial untuk Pekerja di Sektor Informal. Yaitu asuransi kesehatan dan pendidikan buat orang-orang bekerja seperti petani, nelayan, pedagang kaki lima, buruh tani dan lain-lain yang selama ini tidak bisa di cover oleh Jaminan Sosial Tenaga Kerja.

Karena dari pengalaman kami apabila pekerja sektor informal mengalami musibah akibat sakit atau meninggal, maka biasanya modal usaha-nya ikut “amblas”. Begitu juga apabila ada anak-anaknya yang ingin melanjutkan pendidikan, maka biasanya mereka juga akan mengalami dilema karena biaya pendidikan sangat mahal. Maka umumnya sawah, warung, dan lain-lain dijual untuk dapat memenuhi kebutuhan tersebut.

Yang menarik dari SOP (Standard Operasional Prosedure) LKM/BMT ini adalah pertemuan rutin antar kelompok penerima manfaat yang disebut dengan Bail (Bagi-bagi Ilmu), yaitu sebuah pertemuan yang merupakan acara sharing pengalaman dalam mengelola usaha yang sebelumnya disi dengan acara ceramah agama atau pengajian. Pada acara inilah yang menjadi entry point kita dalam memberikan pendidikan informal baik yang bersifat religius keagamaan, sosial, budaya, ekonomi terutama dalam pemberdayaan perempuan.

Penutup

Ide-ide yang solutif dan telah lolos uji coba di berbagai medan dan waktu sudah saatnya di replikasi di berbagai tempat untuk mengatasi persoalan-persoalan masyarakat kita yang semakin dipersulit dengan krisis global.

Mengingatkan kata-kata Sayidina ‘Ali bin Abi Thalib ra “Sesungguhnya kemiskinan itu sangat dekat dengan kekufuran”. Maka perbuatan buruk seperti melecehkan kaum perempuan dapat kita cegah dengan meningkatkan harkat dan maratabatnya didalam rumah tangga dan masyarakat melalui peningkatan pendapatan rumah tangga melalui usaha kelompok perempuan.

Sumber: http://bmt-link.co.id/strategi-pengentasan-kemiskinan/
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

"BMT Menuju Koperasi Modern"

Dunia Baitul Mal Wat Tamwil (BMT) bisa dikatakan menjadi keseharian hidup Ahmad Sumiyanto SE MSi (lahir di Yogyakarta, 8 Juni 1970, sebagai anak seorang petani). Begitu selesai kuliah dari program D3 Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada (UGM), pada 1993; ia mendirikan BMT Al Ikhlas, pertama berkantor di garasi rumah keluarganya dengan hanya bermodal Rp 500 ribu.

BMT-nya ternyata berkembang dan bisa membuka sejumlah cabang di desa-desa di DI Yogyakarta dan Klaten (Jateng) di bawah naungan Al Ikhlas Grup. Selanjutnya, ia bisa mendirikan Bank Madina Syariah Yogyakarta.

Ia terpilih menjadi ketua Perhimpunan BMT Indonesia/BMT Center masa bakti 2007-2010 (beralamat di Gedung Adhi Graha Lt 18 Suite 1802 A, Jl Gatot Subroto, Jakarta).

Kini, ia harus pulang pergi Jakarta-Yogya dalam usaha bersama untuk mengembangan BMT di Tanah Air sebagai bagian dari gerakan untuk memajukan dunia koperasi dan ekonomi kerakyatan.

Ahmad juga dipercaya menjadi direktur utama dan konsultan utama di PT ISES Consulting Indonesia yang menangani pengembangan dan pendampingan pendirian BMT.

Berikut cuplikan perbincangan wartawan Republika, Yoebal Ganesha, dengan Ahmad Sumiyanto.

Bagaimana Anda memandang keberadaan BMT yang tumbuh marak saat ini?
Lahirnya BMT tak lepas dari semakin tumbuhnya kesadaran umat Muslim untuk berbisnis secara syariah. BMT menjawab kebutuhan adanya lembaga keuangan, bukan bank, dalam skala mikro–sebagaimana koperasi simpan pinjam (KSP)–dengan sistem syariah.

Bicara BMT, bagi saya, tak bisa dilepaskan dengan usaha/gerakan untuk membumikan ekonomi kerakyatan dan juga koperasi. BMT tampil sebagai pendukung ekonomi kerakyatan dengan berdasarkan nilai-nilai Islam.

Di sini, BMT memberikan ”pinjaman modal dengan hanya kembali modal”. Maksudnya, agar dana zakat, infak, dan sedekah (ZIS)–yang juga dikelola BMT–itu bisa mengalir pada kegiatan produktif.

Apakah secara sosio-ekonomi BMT dapat menjawab kebutuhan masyarakat?
Ribuan BMT kini telah tumbuh di penjuru Tanah Air, terutama di Pulau Jawa. Artinya, lembaga keuangan mikrosyariah ini bisa diterima oleh semua kalangan. Bukan hanya Muslim, juga non-Muslim.

Tumbuhnya BMT sampai ke kota-kota kecamatan bisa memberikan solusi pendanaan (penyaluran modal) yang mudah dan cepat sampai ke desa-desa, terutama untuk para petani serta usaha kecil dan mikro (UKM). BMT juga tumbuh karena ada sektor-sektor riil yang tumbuh di masyarakat, yang hidup berdasarkan potensi lokal, bukan impor.
Berkaitan dengan UKM, BMT biasanya tak hanya terjun dalam pendanaan, tapi juga membantu manajemen, bahkan sampai pemasaran produk. Para pendiri umumnya kaum muda yang punya iktikad moral terpuji. Ada semangat pada diri mereka untuk memberantas praktik rentenir yang menjerat rakyat kecil melalui gerakan BMT.

Selain itu, gerakan ini terbukti mampu melewati krisis ekonomi 1996-1998. Saat kondisi krisis global kini, alhamdulilah, tidak berimbas kepada BMT karena BMT konsentrasi pada pemberdayaan UKM yang notabene itu adalah potensi lokal sendiri. BMT bukan berpraktik ‘di dunia maya’ (moneter).

Dalam perekonomian kita, di mana posisi BMT?
Sebagai lembaga keuangan mikro berbasis syariah, BMT bisa memberikan solusi dalam usaha pemberdayaan usaha kecil serta menjadi inti kekuatan ekonomi berbasis kerakyatan. Operasinya yang langsung bersentuhan dengan masyarakat di perkampungan sulit diikuti oleh perbankan (bagi bank, cost-nya jadi mahal).

Tumbuhnya BMT juga potensial digunakan sebagai alat untuk pengentasan kemiskinan dengan membuka perluasan kesempatan kerja, peningkatan pendapatan masyakat, dan pengembagan kewirausahaan.

Ada BMT yang berkembang dan ada yang gagal. Apa yang terjadi?
BMT yang stagnan dan gagal biasanya motivasi berdirinya karena ingin bantuan (modal untuk koperasi) dari pemerintah. Bukan dari gagasan yang visioner, yang memiliki visi entrepreneur yang kuat.

Tapi, kalau bicara kolaps, bukankah banyak lembaga keuangan setingkat bank (besar) yang runtuh, entah karena salah urus atau karena terpukul resesi ekonomi global. Runtuhnya malah membebani masyarakat karena pemerintah lalu membantu mereka.

BMT kini berpayung hukum pada koperasi. Bukan bisa jadi masalah tersendiri?
Kelembagaan koperasi sebagai payung hukum BMT (model koperasi jasa keuangan syariah-KJKS) cukup untuk saat ini. Persoalannya adalah bagaimana membangun koperasi modern yang taat asas, dikelola dengan profesional (total, bukan sampingan), bergerak atas dasar analisis pasar yang jelas dengan menyurvei masyarakat untuk membidik captive market yang kuat.

Dengan pengalamannya, ia sering diminta menjadi pembicara untuk pengembangan perekonomian syariah dan koperasi dalam berbagai pelatihan, seminar, danworkshop, terutama yang berhubungan dengan microfinancing danentrepneurship (kewirausahaan).
Bersama istrinya, Sofianasari (dikaruniai empat anak), pasangan ini juga sering diminta berbicara dalam kegiatan majelis taklim di Yogya.

Sekurangnya, 140 BMT kini berasosiasi pada BMT Center. Apa latar belakangnya?
BMT Center berdiri atas inisiatif dari Dompet Dhuafa dan perwakilan 12 BMT di daerah. Mereka dari DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim, dan DI Yogyakarta.

Inisiatif pembentukan BMT Center muncul untuk penguatan dan perbaikan BMT-BMT yang tumbuh marak. Ini dianggap perlu adanya sebuah lembaga khusus yang mampu menaungi, mengembangkan, serta mengoordinasi potensi BMT-BMT dalam suatu jejaringan (networking) yang solid. Lembaga ini bersifat independen, profesional, dan transparan.

BMT Center berdiri pada 14 Juni 2005, bersamaan dengan penyelenggaraan acara Syariah Micro Finance Summit 2005, yang mengusung tema ”Urgensi Perhimpunan BMT Indonesia dalam Meningkatkan Kualitas dan Peranan Lembaga Keuangan Mikro Syariah” di Jakarta.

Seperti apa perkembangan BMT Center saat ini?
Sangat bagus. Ini ditandai dengan pertumbuhan aset (BMT-BMT anggotanya) yang cukup signifikan, sampai 40 persen dari sejak berdiri. Sebanyak 140 BMT kini berasosiasi pada BMT Center dengan masing-masing mempunyai aset sampai Rp 10 miliar. Artinya, ini menyangkut aset sampai Rp 1,4 triliun yang bisa digerakkan untuk mendukung kebutuhan permodalan bagi UKM.

Apa visi dan misi dari BMT Center?
Ingin menjadi pusat pendorong tercapainya BMT-BMT yang kokoh, kuat, dan profesional. Misi kami adalah ingin meningkatkan capacity building BMT-BMT anggotanya dan BMT-BMT calon anggota melalui jasa pendampingan teknis, manajemen, dan pelatihan yang berkesinambungan dan terarah.

Selain itu, kami berusaha melakukan intermediasi dan advokasi, baik antara BMT anggota, BMT-BMT calon anggota, maupun pihak dan lembaga di luar BMT. Maksudnya, agar bisa terwujud aliansi stategis dalam gerakan pemberdayaan ekonomi umat (ekonomi kerakyatan)–melalui pemberdayaan UKM.

Kami juga ingin berperan serta dalam gerakan dakwah bil hal tentang pemberdayaan ekonomi umat yang berbasis ekonomi syariah melalui BMT-BMT.

Strategi apa untuk mendukungnya?
BMT Center membentuk dua sayap kegiatan. Pertama, PT Permodalan BMT sebagai wholesaler yang berfungsi menguatkan likuiditas dan penguatan masalah permodalan. Kedua, untuk mengatasi persoalan SDM, dibentuklah BMT Institute.

BMT Center juga berfungsi sebagai self regulatory organization, koordinator untuk meningkatkan koordinasi lembaga regulator (Bank Indonesia atau departemen terkait, seperti Departemen Koperasi), misalnya dalam hal rating BMT-BMT, standar profesi pengelola BMT, dan etika dalam menjalankan bisnis BMT.

Untuk membangun capacity building, baik BMT maupun debiturnya, kami membentuk, menyehatkan, dan meningkatkannya melalui pendampingan teknis, training, dan jasa manajemen lain.

Bagaimana BMT Center menguatkan kiprah BMT-BMT di lapangan?
Asosiasi berkonsentrasi pada anggotanya, memberikan solusi-solusi, seperti untuk krisis likuiditas bagi anggota yang mengalami kesulitan pembiayaan.

Asosiasi membantu pengembangan SDM di BMT, melakukan pelatihan dan pendampingan terus-menerus, serta meningkatkan inovasi produk-produk pembiayaan agar lebih konsisten pada syariahnya sehingga secara bisnis terus tumbuh dengan profesional dan dapat bersaing dengan lembaga-lembaga lain dalam bingkai syariah.

BMT Center juga berupaya membangun profesionalisme kepada anggota-anggotanya. Dan, kami mengedepankan pola pengembangan SDM yang sustainable (berkelanjutan).

Langkah ke luar apa saja yang sudah dikerjakan BMT Center?
Kami menjalin kerja sama dengan BI atau lembaga-lembaga lain sebagai lembaga donor untuk memperkuat permodalan anggota BMT Center.

Apa isu-isu aktual internal BMT?
Mengapa dibutuhkan asosiasi semacam BMT Center? Ini agar gerakan BMT bisa berpikir lebih strategis. Di antaranya, bagaimana supaya ada lembaga riset yang konsentrasi untuk melihat progres atau perkembangan BMT.

Lembaga riset ini diusahakan bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan penting yang muncul. Dari sisi kuantitas, apakah lembaga keuangan, seperti BMT, sudah menjalankan fungsi-fungsi pembiayaannya secara baik atau belum.

Bagaimana Anda melihat permasalahan UKM dan LKMS (Lembaga Keuangan Mikro Syariah)?
BMT sebenarnya tumbuh bersama UKM. Saya melihat pembangunan pemerintah belum fokus pada pembiayaan usaha kecil melalui LKM (Lembaga Keuangan Mikro). Ini pasarnya BMT yang masih sangat luas. Selama ini, BMT melakukan pembiayaan dengan plafon Rp 3-5 juta.
Sayangnya, BMT sebagai gerakan bisa dikatakan kurang mendapat perhatian pemerintah. Tak seperti lembaga keuangan besar.

Apa lagi yang dimiliki oleh gerakan dan bisnis BMT sehingga bisa dikatakan dapat berperan menjadi bagian dari solusi perekonomian nasional?
Para pelaku BMT umumnya punya idealisme dengan komitmen terhadap pemberdayaan ekonomi umat. Umumnya, mereka yang terjun pada BMT adalah anak-anak muda yang punya integritas moral.

Sudah terbukti, BMT bisa tumbuh karena mereka memang memberikan kemudahan jasa keuangan kepada UKM dengan prosedur yang tidak birokratis. Ini karena organisasi BMT yang ramping. Apalagi, di lapangan, rata-rata BMT melakukan sistem jemput bola.
Menurut saya, BMT akan terus berkembang dan memberikan manfaat kepada masyarakat jika memfokuskan diri dalam pembiayaan sektor agro (pertanian), akses kepada petani, penggemukan sapi/kambing, housing, dan perdagangan.

Ahmad mengambil sarjana ekonomi dari Fakultas Ekonomi, Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (1999). Ia juga mengajar di Universitas Islam Indonesia (almamaternya untuk program S2 di bidang ekonomi Islam). Kini, ia ingin mengambil program S3 di Kuala Lumpur, Malaysia.

Sekurangnya, ia telah menulis lima buku. Salah satu bukunya kini menjadi acuan bagi mereka yang ingin mendirikan BMT–judul BMT Menuju Koperasi Modern.

Bagaimana pemerintah bisa membantu menumbuhkan BMT dan UKM?
Perlu dipikirkan bagaimana bisa diusahakan penguatan (permodalan) BMT. Misalnya, pemerintah memberikan skema pembiayaan pada UKM lewat microfinance yang lebih bervariasi dan produktif dengan syarat yang mudah sehingga mudah diakses oleh usaha-usaha mikro.

Pemerintah juga harus betul-betul berkomitmen untuk pengembangan BMT sebagai gerakan koperasi. Sebagai contoh, Kementerian Negara Koperasi/UKM pernah mengembalikan dana bergulir sebesar Rp 381 miliar pada negara. Penarikan dana ini terkait terbitnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No 99 yang mewajibkan dana bergulir harus dikembalikan.
Sebelumnya, tahun 2005, dana bergulir tidak perlu dikembalikan. Jadi, istilahnya dana sosial.
Sebetulnya, BMT siap untuk mengelola dana macam itu dan mengembalikan (walaupun dikomersialkan). Ini menunjukkan bahwa Kementerian Negara Koperasi belum mampu memotret potensi BMT secara utuh.

Selain itu, di BUMN, ada bagian keuntungan yang akan disalurkan pada UKM dengan bunga enam persen. Sebenarnya, BMT juga mampu mengelola dana tersebut, tapi skim-nya harus dibuat secara syariah.

Bagaimana dengan perbankan?

Perbankan harusnya juga berpihak pada microfinance dengan menyalurkan dana pada UKM. Mereka bisa bekerja sama dengan BMT. Untuk funding-nya dari perbankan, BMT fokus pada lending (penyaluran).

BMT bisa menjadi partner bank-bank besar untuk masuk ke penyaluran pembiayaan mikro. Memang, kini ada bank-bank yang terjun ke pembiayaan mikro untuk menjangkau UKM-UKM. Tapi, agaknya usaha itu high cost bagi bank-bank besar. Nah, mengapa tak bermitra dengan BMT? Tapi, dasarnya harus syariah.

Sumber: http://www.republika.co.id
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) VS Rentenir

By. Chuzaimah Batubara, dkk.

Usaha mikro merupakan salah satu instrumen perekonomian yang sedang digalakkan dan diprioritaskan oleh pemerintah untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat baik di perkotaan maupun pedesaan. Menurut data BPS (1999), 34,55% kendala yang dihadapi usaha mikro adalah kurangnya modal, sedangkan faktor yang lain adalah pengadaan modal (20,14%), pemasaran (31,70%) dan kesulitan lainnya (13,6%).

Kesulitan akses masyarakat yang menjalankan usaha mikro kepada sumber modal sering menjadi sebab banyaknya masyarakat terjebak pada para rentenir yang memberikan kemudahan namun sekaligus membawa kesulitan kepada si peminjam karena tingginya biaya bunga yang harus dikembalikan. Sebaliknya keberadaan Lembaga Keuangan Syari’ah, seperti BMT kelihatan memberi solusi terhadap permasalahan yang dihadapi masyarakat tersebut. Beberapa kajian membuktikan bahwa BMT memiliki peranan yang sangat signifikan dalam mengeliminir keterjebakan masyarakat desa dengan rentenir, sekaligus berhasil mengurangi tingkat kemiskinan di kalangan masyarakat pedesaan.

Bagaimana BMT menjalankan peranannya dalam proses pemberdayaan masyarakat sekaligus mengeliminir peran rentenir di kalangan masyarakat pedesaan menjadi topik yang penting untuk dikaji lebih dalam. Beberapa kajian tentang hal ini lebih berfokus di wilayah luar Sumatera, sementara di wilayah Sumatera Utara hingga sekarang masih merupakan suatu yang tidak diketahui oleh public. Greget dan aktivitas BMT di provinsi ini telah diketahui sangat dominan dalam membangkitkan semangat wirasusaha di kalangan masyarakat, namun apakah lembaga keuangan ini sudah cukup berhasil dalam menyingkirkan para lintah darat atau rentenir masih menjadi tanda tanya.

Persoalan yang menjadi tantangan BMT di lapangan ialah praktik rentenir yang fenomenal. Untuk mengatasi persoalan rentenir ini diperlukan aturan yang jelas dari pemerintah. Dengan cara meniru langkah yang ditempuh oleh pemerintah Malaysia dimana pemerintah dalam hal ini pihak kepolisian harus merespon dan menindak lanjuti proses hokum terhadap setiap pengaduan masyarakat tentang praktek rentenir. Dengan kesungguhan kerja polisi, maka diharapkan keberadaan rentenir di seluruh wilayah akan dapat ditekan, karena bagaimana pun kemajuan LKM (termasuk di dalamnya BMT) sangat banyak tergantung pada praktik rentenir. Jika rentenir dapat dihapus atau dibatasi geraknya, dengan sendirinya BMT akan lebih mudah dikembangkan. Hal ini akan terkait dengan peraturan dan kebijakan pemerintah.

Selain itu, kemajuan sebuah BMT sangat ditentukan oleh para pengurus dan pengelolanya. Manajemen BMT sendiri harus berbenah diri, bagaimana meningkatkan efisiensi dalam hal cost of money, cost of assistance dan cost of transaction. Untuk maksud ini diperlukan peningkatan skill dan etos keagamaan setiap personalia BMT. Aspek lain yang tidak kalah pentingnya ialah pembenahan sistem pelayanan BMT.

Sebuah BMT seyogyanya memiliki karakteristik sebagai berikut
(1) Tidak mengarah pada pola pelayanan keuangan perbankan konvensional, terutama dalam hal;
=> sistem bagi hasil tidak mengarah pada sistem bunga,
=> dalam hal persyaratan tidak mensyaratkan kolateral dan tidak terdapat proses administratif formal yang menyulitkan,

(2) Sasarannya adalah masyarakat miskin dan pengusaha mikro, di mana jasa keuangan yang diberikan dapat disesuaikan dengan karakteristik kelompok sasaran tersebut,

(3) Menggunakan pendekatan kelompok, baik dengan ataupun tidak dengan sistem tanggung renteng yang mengedepankan pola hubungan kenal dekat sebagai landasan utama mengelola risiko,

(4) lingkup kegiatan BMT dapat mencakup pembiayaan kegiatan ekonomi produktif maupun konsumtif, pendampingan dan pendidikan, kegiatan penghimpunan dan bentuk kegiatan lain yang dibutuhkan oleh pengusaha mikro dan masyarakat miskin.

Sumber: http://chuzaimahbb.multiply.com/journal/item/19
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Menjadi Wirausahawan

Prof. Dr. H. Imam Suprayogo*

Dulu orang sekolah dan bahkan belajar hingga perguruan tinggi, agar setelah lulus bisa menjadi pegawai. Orientasi seperti itu, tidak ada salahnya. Sebab dengan menjadi pegawai, maka artinya yang bersangkutan bisa mengabdi pada masyarakat dan sekaligus secara ekonomis akan mendapatkan penghasilan tetap.

Akhir-akhir ini orientasi menjadi pegawai bukan lagi dianggap sebagai pilihan ideal. Sementara orang mengatakan bahwa, menjadi pegawai tidak akan bebas, atau bahkan dikhawatirkan akan menjadi bermental pegawai. Sebagai pegawai, maka seseorang akan mengikut apa saja yang dimaui majikan atau atasannya. Padahal tidak semua orang mau menjadi pengikut. Sebagai pengikut, orang khawatir kurang leluasa mengekspresikan daya kreativitasnya.

Pilihan yang dianggap lebih ideal adalah menjadi wirausaha. Seorang wirausahawan tidak pernah mengenal adanya kamus pasti. Sebaliknya yang ada justru suasana ketidak-pastian. Lingkungan yang serba tidak pasti dianggap lebih menantang. Suasana seperti itu justru yang selalu dicari oleh sementara orang. Seseorang yang bermental wirausahawan selalu mencari tantangan hidup. Mereka tidak betah hidup di tengah suasana yang tidak ada tantangan.

Mental seperti itu memang tidak aneh. Jangankan manusia, di antara berbagai jenis ikan tawar saja, ada yang lebih suka hidup di arus deras, tetapi sebaliknya, ada pula yang hanya bisa hidup di air yang tenang. Ikan piaraan semacam ikan mas, gurami, dan sejenisnya menyukai air yang tenang. Jika jenis ikan itu diletakkan di air berarus deras akan segera mati. Sebaliknya, jenis ikan lele lebih menyukai hidup di air yang deras.

Pilihan hidup dengan perumpamaan kehidupan ikan tawar tersebut, bukan bermaksud merendahkan harkat dan martabat manusia, hanya disamakan dengan ikan. Namun pada kenyataannya, sifat-sifat manusia, ternyata memang seperti itu. Ada sementara orang yang lebih menyukai tantangan, sebagaimana ikan yang memilih air deras, sedangkan lainnya, mirip sebagaimana ikan mas atau ikan hias, yang lebih menyukai hidup di alam yang tenang.

Perumpamaan tersebut sesungguhnya tidak sederhana. Orang yang menyukai tantangan dengan berbagai resiko, maka menunjukkan bahwa orang yang bersangkutan memiliki kelebihan dari dari yang lainnya. Orang yang merasa rendah dan tidak percaya diri akan tidak berani menghadapi tantangan apapun. Sebaliknya, bagi mereka yang memiliki kelebihan, baik dari aspek intelektual, spiritual, kejiwaan, dan juga profesional akan berani menghadapi tantangan apapun bentuk dan besarnya.

Atas dasar kenyataan dan logika tersebut, maka sebenarnya para wirausahawan memang harus memiliki berbagai kelebihan. Karena itu lembaga pendidikan yang berhasil melahirkan orang-orang yang bermental wirausaha, sesungguhnya lembaga tersebut artinya telah berhasil melahirkan lulusan yang hebat, dalam arti mereka memiliki berbagai kelebihan, dan begitu juga sebaliknya.

Beberapa tahun terakhir ini, setiap menjelang acara wisuda sarjana di UIN Maliki Malang selalu dibagikan angket kepada para wisudawan yang berisi tentang keinginannya di masa depan. Hasilnya mengagetkan dan sekaligus membanggakan. Dalam prosentase yang cukup besar, para lulusan tersebut selalu memilih menjadi wirausahawan. Pilihan jawaban itu apakah karena mereka tahu bahwa mencari pekerjaan sebagai pegawai adalah sangat sulit, ataukah memang mereka telah berhasil membangun kepercayaan, jiwa, dan harga diri yang tinggi hingga siap menghadapi tantangan dan berbagai resikonya itu. Semoga jawaban terakhir tersebut yang benar.

Mental entrepreneur sangat diperlukan di era sekarang ini. Orang-orang pemberani yang penuh kreativitas, tidak pernah takut resiko, membuka lapangan pekerjaan, sangat dibutuhkan. Bangsa pada saat ini memerlukan orang-orang yang berjiwa wirausaha atau entrepreneur. Orang tersebut tidak saja akan bangga dengan jumlah gaji atau penghasilan yang didapat pada setiap bulan. Lebih dari sekedar itu, adalah bisa berhasil menunjukkan sejumlah besar orang-orang yang mengikuti sebagai anak buahnya. Inilah wirausahawan sejati yang pada saat ini ditunggu-tunggu kehadirannya. Wallahu a'lam.

*Penulis adalah Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Maulana Malik Ibrahim Malang

Sumber: http://www.pkesinteraktif.com/edukasi/opini/1046-menjadi-wirausahawan.html
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Pesan Ekonomi Islam bagi Aktifis Dakwah

Oleh: Ali Sakti

Menjadi kegundahan tersendiri pada saya, ketika berjumpa dengan saudara-saudara yang berada dalam satu shaf gerakan perbaikan ummat, ternyata banyak diantara kami yang masih tidak mampu menerjemahkan prinsip-prinsip Islam dalam menyikapi harta dan kondisi ekonomi mereka. Mereka begitu fasih dalam bersikap pada isu-isu terkait akidah atau akhlak secara umum, apalagi isu terkait ibadah sekaligus syariah, tetapi mendadak kikuk ketika menyikapi harta yang semakin melimpah atau yang semakin mengering.

Setiap aktifis dakwah secara otomatis memiliki standard ilmu dan amal yang diatas rata-rata manusia awam, pada semua aspek kehidupan, baik pada aktifitas kebaikan maupun pada penghindaran kemaksiatan. Tuhan sudah katakan dan syaratkan, jika ingin menang melawan musuh-musuh kebenaran manusia pejuang yang tampil haruslah begabung dalam barisan yang tertata rapih. Dan kualitas serta kuantitas kemenangan akan diterima berlipat ganda jika manusia-manusia yang berbaris rapi itu adalah manusia-manusia yang beriman dan sabar. Oleh sebab itu, seorang aktifis dakwah harus mampu menunjukkan keistimewaan-keistimewaan pada semua aspek hidup dan kehidupan mereka. Nah yang ingin saya soroti saat ini adalah keistimewaan aktifis dakwah dalam aspek ekonomi.

Anda kaya tapi anda adalah aktifis dakwah, antum miskin tapi antum adalah aktifis dakwah. Tentu berbeda orang kaya atau orang miskin pada manusia awam dengan orang kaya atau orang miskin pada seorang aktifis dakwah. Setidaknya ada atmosfer kezuhudan dan qona’ah pada diri dan prilaku mereka, atau nuansa pemakmuran sedekah dan penjagaan kehormatan pada mereka yang di pundaknya sudah dibebani sekaligus dimuliakan dengan amanah dakwah. Jangankan berharap pada akhlak ekonomi yang sesuai dengan Islam, bahkan rambu-rambu hukum syariat dalam berekonomi ternyata masih banyak terabaikan.

Tantangan?! Bukan hanya tantangan, ini adalah masalah yang kronis saat ini. Jika tidak dibenahi pada tingkat aktifis dakwah, bagaimana mungkin kita berharap ada perbaikan yang mendasar pada tingkat ummat. Padahal semua lembar-lembar sejarah sudah menunjukkan bahwa kehancuran banyak peradaban pada semua zaman yang telah lewat adalah karena kemegahan harta telah mencabut militansi keislaman, kepekaan pada kebersamaan, akhlak-akhlak yang terpuji atau konsistensi pada prinsip-prinsip syariat.

Darimana Memulai

Darimana memulai pembenahan itu? Yang paling tepat untuk menjadi objek awal dari pembenahan ini tentu saja adalah tekad atau semangat. Artinya bagaimana mengumpulkan semangat dan tekad yang benar untuk memulai pembenahan ekonomi ini. Mendudukkan prinsip-prinsip syariah dalam prilaku ekonomi yang tepat akan menjadi salah satu semangat dan tekad. Disamping upaya reposisi prinsip tersebut menjadi satu bahan dakwah kepada ummat. Jadi hasil akhirnya tidak lain adalah munculnya semangat dan tekad.

Dari sisi semangat dan tekad, ternyata geloranya masih dominant di wilayah ibadah. Semangat dan tekad Islam dengan gelora yang sama belum berada di wilayah ekonomi dan prilaku-prilaku turunannya. Mari kita akui bersama (daripada mengajak untuk melihat saja lebih baik mengajak untuk bersama-sama mengaku), masih minim sekali jumlah aktifis dakwah yang istiqamah mengelola hartanya sesuai dengan syariah, menyimpan di bank atau lembaga keuangan syariah, membeli rumah atau kendaraan secara syariah, mendapat modal usaha secara syariah dan prilaku lainnya yang konsistem antara idealisme dengan prakteknya.

Jika karena keharamannya anda menjadi jijik dengan daging babi, sepatutnya anda memiliki derajad jijik yang sama atau bahkan lebih pada Riba (bunga bank). Karena memakan riba itu salah satu dosa besar, dan lebih besar dari dosa memakan daging babi. Dan prinsip inilah yang menjadi salah satu sokoguru dalam praktek ekonomi Islam. Bagaimana mungkin mengharapkan seorang aktifis dakwah mampu melakukan hal-hal terkait ekonomi lebih baik, jika prinsip-prinsip utama Islam masih jauh darinya. Semua ini dapat dilakukan jika semangat dan tekad idealisme Islam yang dimiliki tepat dan masih ada di dalam dada-dada para aktifis dakwah.

Evaluasi dan Benahi!

Secara khusus, bagi anda aktifis dakwah yang ternyata sumber ma’isyah (nafkah) masih berasal dari kerja-kerja yang tidak dibenarkan dalam Islam, sebaiknya sejak saat ini anda sudah memikirkan cara bagaimana keluar dari nafkah itu. Anda harus keras pada diri anda, sekeras idealisme yang dulu pernah ada dihati dan tekad anda ketika anda sibuk dengan kerja-kerja dakwah di bangku-bangku kuliah atau sekolah. Masih ingat masa-masa itu? Sementara bagi anda yang sudah menyadarinya sejak lama, maka saat inilah waktu yang paling tepat untuk mulai mencari (bukan hanya baru mulai memikirkan) kerja nafkah yang menggambarkan status anda sebagai aktifis dakwah.

Bagi anda yang ada di bank, asuransi, reksadana, perusahaan pembiayaan, sekuritas, manajemen dana atau perusahaan-perusahaan yang core bisnisnya adalah riba dan sejenisnya, segera beralih ke perusahaan keuangan syariah. Bagaimana kita bisa menyadarkan masyarakat tentang keindahan Islam, sementara kita masih sibuk terus dengan pembenaran untuk tidak mengamalkan aplikasi-aplikasi indah Islam. Sekali lagi, para aktifis dakwah harus keras terhadap diri mereka dalam hal muamalah ini. Alasan-alasan kedaruratan seharusnya dibuang, diganti dengan usaha keras, sabar yang lebih luas dan pengorbanan yang lebih banyak, selebihnya kita serahkan saja kebutuhan-kebutuhan kita pada Allah.

Pada tingkat kelompok atau jama’ah, sudah saatnya pula kita mengajak pengelolaan dana masjid secara syariah, disimpan dan dibelanjakan sesuai syariah, terlebih lagi jika anda-anda aktifis dakwah memegang kendali kepengurusannya. Hal yang sama juga pada lembaga-lembaga lain baik komersil maupun social. Lembaga seperti perusahaan-perusahaan, sekolah dan perguruan tinggi, LSM-LSM Islam, partai-partai politik Islam, klinik dan rumah sakit Islam dan lain sebagainya. Percaya dirilah dengan prilaku ekonomi Islam ini.

Jika perlu, “paksa” semua pihak yang bertransaksi dengan anda, dan dengan lembaga-lembaga tadi ikut menjalankan prinsip-prinsip ekonomi syariah ini. Bukankah kita ingin agar kepatuhan pada prinsip syariah ini bukan hanya sekedar menjadi tindakan kepatuhan, tetapi sudah menjadi tindakan lazim yang dikenal sebagai budaya. Dengan cara seperti inilah budaya-budaya Islam muncul dalam rangka mewujudkan peradaban Islam. Tetapi tolong pahami dan maklumi, bahwa hasil permukaan itu berinti pada keberadaan aktifis-aktifis dakwah yang konsisten terhadap prinsip-prinsip Islam dan dakwah.

Mulai Tanpa Syarat

Kita sudah sering membaca berbagai macam teori yang coba meyakinkan kita tentang keunggulan dan keutamaan praktek-praktek ekonomi syariah dari berbagai perspektif, namun kini saatnya untuk mengamalkan semua aktifitas itu pada semua aspek TANPA SYARAT! Terlalu banyak teori diluar sana, kini waktunya untuk memperbanyak amal, ini waktunya mewujudkan teori menjadi kehidupan, khususnya bagi anda para aktifis dakwah. Saya mengungkapkan ini dengan kesadaran bahwa mengamalkan ekonomi syariah bukan akan sangat mudah tanpa halangan. Percayalah tak ada perjuangan tanpa masalah dan pengorbanan, tapi bukankah masalah dan pengorbanan itu sudah menjadi habitat hidup seorang aktifis dakwah. Bukankah masalah dan pengorbanan membuat idealisme dakwah menjadi terasa lebih manis dan bermakna.

Setelah memastikan dan mengamankan kerja nafkah sesuai dengan semangat dan prinsip-prinsip dakwah, maka kini yang kemudian penting adalah akhlak ekonomi Islam. Lihat dan perhatikanlah, sudah mulai banyak para aktifis dakwah yang dalam karirnya semakin akrab dengan limpahan harta yang kemudian membuat mereka seakan-akan kikuk menyikapi kondisi itu semua. Dakwah pada dasarnya memiliki standard dan logikanya yang khas dalam berakhlak, termasuk akhlak ekonomi.

Akhirnya ikhwatifillah, yang dibutuhkan saat ini adalah sebuah ketauladanan ekonomi Islam bagi ummat, dan yang paling utama dan pantas memberikan ketauladanan itu adalah mereka yang mewakafkan dirinya pada kerja-kerja kebaikan, merekalah para aktifis dakwah.

Sumber: abiaqsa.blogspot.com
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Kenapa BMT Belum Mau Jadi Bank Syariah?!

oleh: Subandikot, Amd
(General Manager KJKS BMT Ta’awun, Cipulir, Jaksel)

Baitul Maal wat Tamwil (BMT) adalah sebuah lembaga keuangan mikro syariah yang visinya adalah menjadi bagian dari kegiatan-kegiatan Maal (harta sosial) yang orientasinya kepada kegiatan sosial, baik produktif maupun konsumtif (penghimpunan dan pemberdayaan ZIS—Zakat, Infaq, Shadaqah). Selain itu, visi bisnis BMT yaitu yang orientasi kegiatannya lebih kepada profit (keuntungan) dengan sistem bagi hasil sehingga dapat menumbuhkembangkan usaha mikro dan kecil dalam rangka mengangkat derajat dan martabat serta membela kepentingan kaum fakir miskin.

Lingkup kerja BMT adalah dari sisi sosial dan bisnis syariah. Sisi sosial yaitu penghimpunan dana ZIS yang diperuntukkan bagi delapan asnaf, pembangunan fasilitas umum, dan kegiatan-kegiatan sosial. Sementara itu, sisi bisnis syariahnya yaitu pengembangan usaha kecil menengah baik produktif maupun konsumtif dengan mengunakan transaksi akad-akad syariah.

Seperti yang jamak kita ketahui, banyak BMT berdiri karena merupakan aspirasi masyarakat kecil yang ingin mendapatkan kesetaraan kelayakan hidup dan ekonomi sehingga kehadiran BMT sangatlah mendukung pengusaha-pengusaha kecil yang berada di pedesaan, di perkampungan kota atau pun di pasar-pasar tradisional. Hal ini terdorong karena banyak perbankan syariah, instansi-instansi besar, baik pemerintah maupun swasta, yang kurang perhatian dalam membantu permodalan untuk usaha kecil. Banyak pedagang kecil tidak bisa mendapatkan modal karena tidak adanya sistem usaha yang baik, manajemen laporan keuangan yang kurang terkontrol, legalitas usaha yang belum ada, serta surat berharga lainnya untuk dijadikan agunan (jaminan) pinjaman modal usaha. Sementara, kalau kita lihat lebih dalam, pedagang-pedagang kecil sangat berpotensi dalam mengembangkan usahanya dengan resiko kerugian kecil dan kesadaran untuk membayar cukup baik melalui pembinaan-pembinaan dan dengan konsep kekeluargaan yang profesional.

Kita tahu bahwa dalam hal regulasi, BMT tidak diatur oleh Bank Indonesia, namun BMT disahkan oleh Menteri Koperasi dan UMKM. Hal ini tidak membuat kinerja BMT kalah dengan bank syariah atau pun Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). BMT tetap bekerja dengan mengedepankan profesionalisme, menjaga amanah dan kejujuran, serta menjaga hubungan baik nasabah atau pun karyawan layaknya sebuah keluarga sehingga rasa optimis menuju kesuksesan perekonomian BMT, karyawan, dan nasabah akan terwujud serta memperoleh keberkahan Allah SWT dengan ditambahnya nilai-nilai Islam yang kita tanamkan pada diri kita pada saat menjalankan program BMT tersebut.

BMT sangatlah berbeda dengan BPRS karena legalitas BMT ada di bawah tanggung jawab Departemen Koperasi dengan asas kekeluargaan dikelola secara bersama, sedangkan BPRS di bawah tanggung jawab PT yang diakui atau direkomendasikan BI. BMT tidak diaudit oleh BI, sedangkan BPRS diaudit oleh BI dan Menkeu. Dalam proses operasional, BMT tidak terlalu bankable sedangkan BPRS, karena mengacu kepada BI, terlihat bankable. Kondisi pendukung kerja BMT cukup sederhana walaupun banyak yang sudah layak seperti BPRS, sedangkan BPRS, rata-rata pendukung kerja sudah layak dan memenuhi standardisasi. Permodalan BMT berasal dari masyarakat umum, sedangkan modal BPRS berasal dari pemegang saham tertentu (komisaris). Modal BMT rata-rata di bawah Rp100 juta (ketetapan Menkop Rp15-20 juta untuk tingkat DKI, Rp50-100 juta untuk tingkat nasional), sedangkan modal BPRS Rp2 miliar. Pendekatan BMT kepada nasabah lebih kekeluargaan karena lebih kepada pola binaan dan keterbukaan, sedangkan BPRS masih bersifat prosedural.

Karena perbedaan tersebut, BMT belum mau dan belum bisa untuk menjadi BPRS karena khawatir akan menjadi pola prosedur yang akan mengikat dalam aturan dan ketetapan sehingga ruang gerak pemberdayaan usaha kecil semakin kecil. Walaupun begitu, BMT bisa bekerja sama dengan BPRS, kenapa? Karena, pertama, ternyata market share usaha BPRS sama dengan BMT, kedua, proses linkage program BPRS lebih mudah dan tidak begitu bankable, seperti tidak perlu agunan (jaminan) dan prosesnya lebih cepat meskipun share nisbah masih cukup besar dibandingkan bank syariah.

Saya berharap, biarlah BMT tetap berjalan dan eksis dalam kancah perekonomian nasional. Selama sistem perekonomian yang masih kapitalis dan selalu lebih menguntungkan usaha makro, saya pikir, para pengusaha kecil tidak akan bisa terjamah dan teringankan, walau pun sekarang banyak muncul unit-unit mikro yang didirikan bank-bank syariah. Mari kita sukseskan ekonomi kerakyatan dalam pelaksanaan pola syariah pada BMT-BMT…AMIN….

Sumber: http://ib.eramuslim.com/?p=223
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Perlu Pengawasan Bagi BMT Beraset Besar

Lembaga keuangan mikro syariah seperti Baitul Maal wat Tamwil (BMT) di Indonesia kini semakin menjamur. Walau cakupannya tak sebesar bank syariah, namun terdapat sejumlah BMT yang telah beraset lebih dari Rp 100 miliar.

Menurut Sekretaris Jenderal Ikatan Ahli Ekonomi Islam, Agustianto, setidaknya diperlukan pengawasan bagi BMT yang telah beraset besar. Ia menambahkan BMT yang juga terkait dengan dana masyarakat ini hendaknya menjadi perhatian penggiat ekonomi syariah dan pemerintah. “Dari segi aturan keuangan seperti rasio kecukupan modal harus ada lembaga pemerintah yang mengatur itu karena ada aset BMT yang bahkan telah melebihi BPRS,” kata Agustianto kepada Republika. BPRS saja, lanjut dia, memiliki regulasi yang harus diikuti dari Bank Indonesia tentang aturan kesehatan bank, permodalan, batas maksimal pemberian kredit dan rasio kecukupan modal. Menurutnya, aturan-aturan tersebut juga harus diterapkan di BMT dengan tujuan untuk kemaslahatan masyarakat sehingga dana dapat lebih terjamin. “Tidak tertutup kemungkinan suatu saat dana yang terkumpul bisa disalahgunakan dan akibatnya masyarakat banyak bisa jadi korban dan menderita kerugian karena itu Kementerian Negara Koperasi dan UKM harus lebih mengoptimalkan regulasi dan pengawasan kepada BMT dan juga syarat-syarat perizinan dan aturan yang terkait dengan kesehatan lembaga keuangan,” papar Agustianto. Ia mengakui selama ini memang sudah ada regulasi yang mengatur itu. Namun hal tersebut baru berupa konsep atau syarat dari lembaga yang menginkubasinya, seperti BMT Center maupun Pusat Inkubasi Bisnis dan Usaha Kecil, bukan berasal dari pemerintah yang memiliki sifat mengikat dan punya sanksi hukum jika dilanggar. Peraturan tersebut, tambahnya, bisa saja dalam bentuk peraturan menteri koperasi. “Kalau modal BMT kecil dan dana masyarakat banyak itu bisa berbahaya. Jangan sampai terjadi hal negatif di masa depan karenanya untuk menjaga itu perlu dibuat peraturan,” tegas Agustianto.

Sumber : www.republika.co.id
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

RAHASIA KEHIDUPAN

Seorang pria mendatangi Sang Master, “Guru, saya sudah bosan hidup. Sudah jenuh betul. Rumah tangga saya berantakan. Usaha saya kacau. Apapun yang saya lakukan selalu berantakan. Saya ingin mati.”

Sang Master tersenyum, “Oh, kamu sakit.”

“Tidak Master, saya tidak sakit. Saya sehat. Hanya jenuh dengan kehidupan. Itu sebabnya saya ingin mati.”

Seolah-olah tidak mendengar pembelaannya, sang Master meneruskan, “Kamu sakit. Dan penyakitmu itu sebutannya, ‘Alergi Hidup’. Ya, kamu alergi terhadap kehidupan.”

Banyak sekali di antara kita yang alergi terhadap kehidupan. Kemudian, tanpa disadari kita melakukan hal-hal yang bertentangan dengan norma kehidupan. Hidup ini berjalan terus. Sungai kehidupan mengalir terus, tetapi kita menginginkan status-quo. Kita berhenti di tempat, kita tidak ikut mengalir. Itu sebabnya kita jatuh sakit. Kita mengundang penyakit. Resistensi kita, penolakan kita untuk ikut mengalir bersama kehidupan membuat kita sakit.

Yang namanya usaha, pasti ada pasang-surutnya. Dalam hal berumah-tangga, bentrokan-bentrokan kecil itu memang wajar, lumrah. Persahabatan pun tidak selalu langgeng, tidak abadi. Apa sih yang langgeng, yang abadi dalam hidup ini? Kita tidak menyadari sifat kehidupan. Kita ingin mempertahankan suatu keadaan. Kemudian kita gagal, kecewa dan menderita.

“Penyakitmu itu bisa disembuhkan, asal kamu ingin sembuh dan bersedia mengikuti petunjukku.” demikian sang Master.

“Tidak Guru, tidak. Saya sudah betul-betul jenuh. Tidak, saya tidak ingin hidup.” pria itu menolak tawaran sang guru.

“Jadi kamu tidak ingin sembuh. Kamu betul-betul ingin mati?” “Ya, memang saya sudah bosan hidup.”
“Baik, besok sore kamu akan mati. Ambillah botol obat ini. Setengah botol diminum malam ini, setengah botol lagi besok sore jam enam, dan jam delapan malam kau akan mati dengan tenang.”

Giliran dia menjadi bingung. Setiap Master yang ia datangi selama ini selalu berupaya untuk memberikannya semangat untuk hidup. Yang satu ini aneh. Ia bahkan menawarkan racun. Tetapi, karena ia memang sudah betul-betul jenuh, ia menerimanya dengan senang hati. Pulang kerumah, ia langsung menghabiskan setengah botol racun yang disebut “obat” oleh Master edan itu. Dan, ia merasakan ketenangan sebagaimana tidak pernah ia rasakan sebelumnya.

Begitu rileks, begitu santai!

Tinggal 1 malam, 1 hari, dan ia akan mati. Ia akan terbebaskan dari segala macam masalah. Malam itu, ia memutuskan untuk makan malam bersama keluarga di restoran Jepang. Sesuatu yang sudah tidak pernah ia lakukan selama beberapa tahun terakhir. Pikir-pikir malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis. Sambil makan, ia bersenda gurau. Suasananya santai banget!

Sebelum tidur, ia mencium bibir istrinya dan membisiki di kupingnya, “Sayang, aku mencintaimu. “Karena malam itu adalah malam terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis! Esoknya bangun tidur, ia membuka jendela kamar dan melihat ke luar. Tiupan angin pagi menyegarkan tubuhnya. Dan ia tergoda untuk melakukan jalan pagi. Pulang kerumah setengah jam kemudian, ia menemukan istrinya masih tertidur. Tanpa membangunkannya, ia masuk dapur dan membuat 2 cangkir kopi. Satu untuk dirinya, satu lagi untuk istrinya. Karena pagi itu adalah pagi terakhir,ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Sang istripun merasa aneh sekali Selama ini, mungkin aku salah. “Maafkan aku, sayang.”

Di kantor, ia menyapa setiap orang, bersalaman dengan setiap orang. Stafnya pun bingung, “Hari ini, Boss kita kok aneh ya?” Dan sikap mereka pun langsung berubah. Mereka pun menjadi lembut. Karena siang itu adalah siang terakhir, ia ingin meninggalkan kenangan manis!

Tiba-tiba, segala sesuatu di sekitarnya berubah. Ia menjadi ramah dan lebih toleran, bahkan apresiatif terhadap pendapat-pendapat yang berbeda.

Tiba-tiba hidup menjadi indah. Ia mulai menikmatinya. Pulang kerumah jam 5 sore, ia menemukan istri tercinta menungguinya di beranda depan.

Kali ini justru sang istri yang memberikan ciuman kepadanya, “Sayang, sekali lagi aku minta maaf, kalau selama ini aku selalu merepotkan kamu.” Anak-anak pun tidak ingin ketinggalan, “Ayah, maafkan kami semua. Selama ini, Ayah selalu stres karena perilaku kami.”

Tiba-tiba, sungai kehidupannya mengalir kembali. Tiba-tiba, hidup menjadi sangat indah. Ia mengurungkan niatnya untuk bunuh diri. Tetapi bagaimana dengan setengah botol yang sudah ia minum, sore sebelumnya?
Ia mendatangi sang Guru lagi.

Melihat wajah pria itu, rupanya sang Guru langsung mengetahui apa yang telah terjadi, “Buang saja botol itu. Isinya air biasa. Kau sudah sembuh, Apa bila kau hidup dalam kekinian, apabila kau hidup dengan kesadaran bahwa maut dapat menjemputmu kapan saja, maka kau akan menikmati setiap detik kehidupan. Leburkan egomu, keangkuhanmu, kesombonganmu. Jadilah lembut, selembut air. Dan mengalirlah bersama sungai kehidupan. Kau tidak akan jenuh, tidak akan bosan. Kau akan merasa hidup. Itulah rahasia kehidupan. Itulah kunci kebahagiaan. Itulah jalan menuju ketenangan.”

Pria itu mengucapkan terima kasih dan menyalami Sang Guru, lalu pulang ke rumah, untuk mengulangi pengalaman malam sebelumnya. Konon, ia masih mengalir terus. Ia tidak pernah lupa hidup dalam kekinian. Itulah sebabnya, ia selalu bahagia, selalu tenang, selalu HIDUP!!!

Hidup…bukanlah merupakan suatu beban yang harus dipikul, tapi merupakan suatu anugrah untuk dinikmati.

Sumber: http://surrender2god.wordpress.com/2007/03/28/bosan-hidup/
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

“BMT Langsung Diawasi Allah SWT”

Tidak sedikit BMT yang pernah berdiri, tak lama kemudian hilang terkubur. Ada BMT yang lolos tahun pertama, tapi di tahun ke-2 sudah tidak ada lagi. Ada yang di tahun ke-2 masih eksis, tapi di tahun ke-3 sudah goyang. “Hukum bisnis tetap berlaku bagi BMT, siapa yang bisa bertahan sampai bertahun-tahun pasti memiliki keunggulan. Yang pasti BMT langsung diawasi Allah. Jadi pengawasnya adalah langsung Allah SWT, bukan manusia. Karenanya, BMT harus benar jalannya sesuai perintah Allah SWT”, papar Baihaqi Abdul Madjid dalam diskusi terbatas di Gedung ICMI Pusat (5/5) yang dihadiri beberapa manager BMT di Jakarta.

Menurut pengurus ICMI ini, BMT sesungguhnya adalah instrument ummat Islam untuk mencapai keberkahan hidup. BMT pada satu sisi berada di kalangan masyarakat grass root, tetapi pada sisi lain ada masyarakat the have yang kelebihan uang, dan banyak menyimpan dananya di lembaga perbankan. Posisi BMT harusnya dapat menjembatani antara dua kutub masyarakat ini agar sama-sama mendapatkan kehidupan ekonomi yang berkah.

Caranya, BMT perlu memberi keyakinan kepada masyarakat yang punya banyak dana agar menitipkan dananya di BMT dengan pengelolaan yang sesuai amanah Allah, sesuai pesan dan peringatan Allah bahwa harta bagi manusia hanyalah titipan, bukan untuk dimiliki tapi dikelola untuk kebajikan agama. Dan masyarakat miskin yang membutuhkan pinjaman akan meminjam dan memanfaatkan dana pinjaman dari BMT untuk diproduktifkan sesuai peraturan agama, tidak untuk konsumtif dan yang dilarang Allah SWT.

“Jika kedua kelompok masyarakat ini dapat dipersatukan BMT, maka keberkahan akan turun untuk kehidupan bumi ini, rezeki akan mudah dan kehidupan sosial masyarakat akan damai. Jika keadaan ini berjalan maka akan banyak lagi karunia Allah diturunkan kepada umat manusia. Dan BMT yang sesungguhnya lembaga ekonomi Islam, jika pengurus juga pengelolanya bertaqwa, maka pasti pengelola dan pengurusnya langsung bertanggung jawab kepada Allah SWT. Pasti takut berbuat salah. Maka, Allah langsung menjadi pengawas bagi keimanan mereka dalam mengurus amanah mengelola dana titipan orang lain di BMTnya”, papar Baihaqi.

Muzakkir Muannas, pengurus BMT BIC, melihat ada kecenderungan banyak pengelola BMT yang masih sangat pragmatis dalam mengemban misi BMT. Sepertinya perlu terus menerus pengelola BMT memaknai arah tujuan pendirian sebuah BMT. Lebih tepat memahami arah tujuan manusia hidup diatas muka bumi ini. Apakah hanya sekedar mencari uang atau mempunyai misi kekhalifahan? Pilihan mendirikan BMT dan mengembangkan BMT sebenarnya bukan pilihan untuk orang-orang biasa, tetapi pilihan bagi yang mau mengambil jalan amal sholeh melalui pemberdayaan.

“Karenanya, yang sangat mendesak adalah bagaimana menjadikan BMT sebagai sarana beramal sholeh, bagi yang punya waktu, yang punya ilmu, yang punya dana, yang ingin berusaha mencari rezeki, yang kelebihan dana dapat sama-sama menjadikan BMT untuk meningkatka taqwa mereka, memperkuat silaturrahmi, meneladani Rasulullah dalam berniaga dan jual beli”, sebut Zakir yang juga Direktur Pelatihan LAZNAS BMT Training Center.

Sumber: http://bmt-link.co.id/%E2%80%9Cbmt-itu-langsung-diawasi-allah%E2%80%9D/
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Inkopsyah akan Salurkan Dana LPDB ke Seluruh Provinsi

Induk Koperasi Syariah (Inkopsyah) berkomitmen menyalurkan dana Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB) merata ke seluruh provinsi di Indonesia. Dana tersebut rencananya akan disalurkan ke 150 BMT.

Wakil Direktur Utama Inkopsyah, Muhammad Fauzi Syarif, mengatakan di tahun ini pihaknya memperoleh komitmen dana sebesar Rp 20 miliar dari LPDB. ”Dana LPDB tersebut akan kita salurkan ke 150 BMT di seluruh provinsi. Jadi dalam penyebaran dananya merata,” kata Fauzi kepada /Republika/, Kamis (6/5).

Pihaknya juga telah menyiapkan daftar BMT tersebut, sehingga ketika dana telah cair penyaluran dapat langsung dilakukan. Sampai dengan April 2010, pembiayaan yang telah disalurkan Inkopsyah sebesar Rp 6 miliar. Seluruh pembiayaan tersebut berasal dari ekuitas Inkopsyah. Dengan adanya tambahan dana dari LPDB, maka diharapkan hal tersebut juga dapat membantu BMT dapat berkembang lebih pesat.

Selain ke LPDB, lanjut Fauzi, pihaknya juga bekerja sama dengan Bank Syariah Mandiri. Namun pola penyaluran yang akan dilakukan menggunakan pola channeling. BSM akan menyalurkan pembiayaan langsung kepada BMT melalui Inkopsyah yang berlaku sebagai agen.

Sumber: republika.co.id
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Seluruh dunia kini memahami bahwa krisis keuangan saat ini jauh lebih serius dibandingkan dengan berbagai krisis yang dialami sejak Great Depression. Bahkan sejumlah indikator juga menunjukkan bahwa situasi sekarang sudah mendekati, bahkan lebih buruk, dari depresi tahun 1930-an tersebut.

Di tingkat individu krisis telah menimbulkan kerugian dan penderitaan yang menyakitkan. Kerugian besar ditanggung oleh kelompok kaya, sedangkan penderitaan akan dirasakan oleh kelompok miskin yang jumlahnya semakin berlipat.

Forbes melaporkan akibat krisis 332 orang superkaya dunia tahun ini kehilangan 23% kekayaannya. Tiga orang terkaya dunia kehilangan US$68 miliar akibat krisis ini. Bill Gates kehilangan US$18 miliar, Warren Buffet dan Carlos Slim Helu kekayaannya sama-sama berkurang sebesar US$25 miliar (Bisnis, 13 Maret).

Selain itu yang lebih memprihatinkan, menurut laporan Bank Dunia, akibat krisis global, akan ada penambahan 53 juta penduduk miskin baru tahun ini.

Menurut pakar ekonomi Islam internasional Umer Chapra, penyebab paling penting dari hampir semua krisis keuangan selama ini adalah dimulai dari penyaluran kredit (lending) perbankan dan lembaga keuangan yang eksesif dan imprudent (NewHorizon, 1 Januari).

Hal ini juga telah diakui oleh Bank for International Settlements (BIS) dalam laporan tahunannya (2008). Penyaluran kredit yang eksesif dan tidak sehat dari perbankan yang kemudian berdampak terhadap destabilisasi sistem keuangan disebabkan oleh tiga faktor utama.

Pertama, kurangnya disiplin pasar (inadequate market dicipline) dalam sistem keuangan akibat tidak adanya sharing dalam keuntungan ataupun kerugian (profit-and-loss sharing/PLS).

Kedua, dampak yang merusak dari ekspansi besar-besaran derivatif, terutama credit default swaps (CDS).

Ketiga, konsep 'too big to fail', yang cenderung memberikan jaminan kepada bank atau lembaga keuangan besar bahwa bank sentral atau pemerintah secara definitif akan datang untuk menyelamatkan serta tidak akan membiarkan lembaga-lembaga keuangan besar tersebut bangkrut.

Tidak adanya sharing risiko dan adanya 'jaminan' tersebut kemudian melahirkan perasaan imun dari kerugian sehingga berkontribusi memasukkan cacat bawaan dalam sistem keuangan. Sehingga perbankan dan lembaga keuangan tidak melakukan evaluasi yang hati-hati atas aplikasi kredit yang diberikannya.

Hal ini juga diperparah dengan kebijakan bonus yang tidak didasarkan pada kinerja keuangan perusahaan, tetapi atas kemampuan menyalurkan kredit.

Kejadian itu kemudian mendorong ekspansi yang tidak sehat dalam keseluruhan volume kredit, sehingga leverage menjadi eksesif. Kemudian terjadi peningkatan harga aset yang tidak berkesinambungan, menyebabkan harga aset yang melebihi nilai riilnya, dan meningkatkan investasi spekulatif.

Hal itu dibenarkan oleh Jean Claude Trichet, Presiden dari European Central Bank, ketika menyatakan "gelembung berkembang menjadi lebih besar ketika investor dapat me-leverage posisi mereka dengan menginvestasikan dana hasil pinjaman".

Menurut Paul Krugman, omzet perputaran uang dari leverage bank investasi di AS yang ketika terjadi default menyebabkan krisis besar adalah sekitar US$10 triliun. Ini adalah jumlah yang dahsyat untuk dunia dengan besaran produk domestik bruto (PDB) hanya US$60 triliun. Tidak mengherankan ketika gelembung besar ini meledak dampaknya sangat luar biasa.

Layak dan siapkah?

Salah satu tujuan paling penting dari ajaran Islam adalah untuk merealisasikan keadilan yang lebih besar bagi masyarakat. Masyarakat yang didalamnya tidak ada keadilan pada akhirnya akan mengalami kemerosotan dan destruksi (Alquran, 57:25).

Untuk memenuhi tujuan keadilan tersebut, dalam sistem keuangan syariah mengharuskan baik pemodal maupun entrepreneur untuk membagi secara adil keuntungan serta kerugian. Untuk memenuhi tujuan tersebut, salah satu prinsip dasar (basic principle) dari keuangan syariah adalah no risk, no gain.

Melalui penerapan prinsip tersebut diharapkan akan membantu mengintroduksi disiplin yang lebih besar dalam sistem kuangan. Perbankan dan lembaga keuangan akan termotivasi untuk menilai risiko lebih hati-hati serta memantau secara lebih efektif penggunaan dana oleh nasabah penerima fasilitas.

Penilaian risiko secara ganda baik oleh pemodal maupun entrepreneur akan membantu menginjeksi disiplin yang lebih kuat ke dalam sistem keuangan, dan dalam jangka panjang akan mengurangi lending yang eksesif.

Keuangan syariah dalam bentuk ideal, seharusnya mendorong peningkatan secara substansial porsi pembiayaan ekuitas (PLS) dalam bisnis. Pembiayaan ekuitas yang lebih besar memiliki dampak positif dalam perekonomian, dan hal ini bahkan juga telah didukung di dalam ekonomi utama.

Profesor Kenneth Rogoff dari Harvard University pernah menyatakan bahwa pada tatanan ekonomi dunia yang ideal, lending equity dan direct investment seharunya memainkan peran yang lebih besar.

Masalahnya saat ini adalah bahwa keuangan syariah masih dalam masa pertumbuhan (infancy) dan proporsinya masih sangat kecil dalam keuangan internasional.

Selain itu, sistemnya kini juga belum benar-benar (genuinely) merefleksikan etos ajaran syariah. Penggunaan pembiayaan dan instrumen investasi yang berbasis equity masih sangat kecil, dibandingkan dengan model pembiayaan dan instrumen investasi yang dapat menciptakan utang (debt-creating modes).

Dalam dunia perbankan syariah baik tingkat domestik ataupun internasional penyaluran pembiayaan masih didominasi kontrak murabahah, yang hasil akhirnya adalah utang yang pasti harus dibayar nasabah.

Lalu untuk instrumen investasi terutama sukuk, skema yang paling diminati oleh emiten maupun investor adalah kontrak ijarah dengan berbagai variannya yang dampak akhirnya melahirkan kewajiban membayar utang fee sewa yang juga bersifat pasti. Utang yang dihasilkan meski dari proses yang sesuai dengan syariah, ketika terjadi default tetap akan menimbulkan risiko sistemik.

Dengan demikian, sistem keuangan syariah saat ini belum sepenuhnya siap untuk memainkan peran signifikan dalam memastikan kesehatan dan stabilitas sistem keuangan domestik dan internasional.

Meski demikian, dengan upaya memperbaiki dan melengkapi yang kini dilakukan secara internasional, diharapkan secara gradual sistem keuangan syariah akan mendapatkan momentum dengan berjalannya waktu untuk mempromosikan sistem keuangan global yang sehat dan stabil. Semoga Bermanfaat.

Oleh Azis Setiawan
Ekonom The Indonesia Economic Intelligence (IEI) dan Ketua Program Studi Keuangan & Perbankan Syariah STEI SEBI


Sumber: http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=127&_dad=portal30&_schema=PORTAL30&vnw_lang_id=2&ptopik=A57&cdate=25-MAR-2009&inw_id=664157
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Perkembangan keuangan syariah di Indonesia ternyata menjadi contoh dan ingin di aplikasikan di Negara muslim lainnya. Hal ini terlihat dari kunjungan Dr. Mohammad Obaidullah, Peneliti senior Institute Research and Training Institute - Islamic Development Bank (IRTI-IDB) yang berbasis di Jeddah, yang sedang melakukan pengkajian pada pengembangan Sistem Keuangan Mikro Syariah di indonesia.

Pada tanggal 20 Agustus 2009 yang lalu, di Gedung menara Radius Prawiro Direktorat Perbankan Syariah. CEO PT Permodalan BMT Ventura Saat Suharto diundang mewakili BMT Center untuk memaparkan tentang BMT dan perannya dalam sistem Keuangan Mikro Syariah, data dan perkembangan terkait, model model pengembangan dan yang relevan dengan riset tersebut.

Penelitian pertama disampaikan IRTI dalam konferensi dengan bekerjasama dengan University of Brunai Darussalam tahun 2007 tentang peluang dan tantangan keuangan Islam dalam memberikan pelayanan keuangan terhadap perkembangan usaha mikro kecil menengah (UMKM).

Dalam konferensi Brunei ada beberapa isu yang dipaparkan diantaranya ialah adalah isu mengenai model pemberdayaan ekonomi yang bisa dilakoni oleh lembaga keuangan mikro syariah (LKMS), isu mitigasi risiko yang besar kemungkinan dihadapi oleh LKMS, isu evaluasi bagi LKMS yang memerankan dwi fungsi sebagai entitas bisnis dan entitas sosial, dan terakhir isu mengenai peran instrumen keuangan Islam seperti zakat, infaq, shadaqah dan wakaf sebagai sumber dana murah LKMS.

Sedang penelitian kedua ini adalah lanjutan dari penelitian pertama dengan mengkaji Pengembangan Sistem Keuangan Mikro Syariah di Indonesia. Pada kesempatan ini Saat Suharto memaparkan tentang penelitian terhadap 50 BMT anggota dari BMT Center, dalam penelitian yang disampaikan Saat Suharto ini diketahui bahwa dengan adanya BMT masyarakat miskin telah dididik untuk menabung.

Selain itu BMT juga pro joob, yaitu memberikan pembiayaan untuk menumbuhkan pengusaha-pengusaha baru serta merekrut SDM untuk menjadi karyawan, dengan demikian BMT telah membantu membuka lapanga kerja baru sehingga membantu mengurangi jumlah pengangguran.
kedua: pro-Poor, dengan memberdayakan masyarakat miskin dengan memberikan pembiayaan baik dengan Mudharabah, Musyarakah, Murabahah, ijarah dan Qordh.

Dan yang terakhir Pro-Productivity: BMT sebagai lembaga perantara antara pemilik modal dengan pengusaha membantu meningkatkan produktivitas pengusaha kecil. Ini terlihat pada pembiayaan yang diberikan kepada pengusaha sebagian besar untuk memperbesar usaha yang dijalani pengusaha kecil tersebut, dan usaha tersebut sebagian besar adalah pedagang, sehingga akan meningkatkan produktifitas masyarakat.

Ini akan berimplikasi kepada masyarakat bahwa BMT membantu menyejahterakan masyarakat miskin dan menjadi jembatan antara pemilik modal dan pengusaha kecil.
Selain itu pencapaian keberhasilan BMT yang antara lain:
a. BMT Telah Mampu Menjadi Sarana Wealth Management.
b. BMT Mampu Menyentuh Pengusaha Mikro dengan Angka Portofolio yang Rendah.
c. BMT Mengadakan Tabungan Perumahan.
d. BMT Melakukan Pembiayaan dengan Akad Qord (dengan Basis Dana Komersial).
e. BMT Melakukan Penghimpunan Dana Maal dan Pembiayaan Sosial.
f. BMT Melakukan Microinsurance.

sumber: http://permodalanbmt.com/?p=423
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Prospek Cerah BMT Indonesia

Masa depan lembaga keuangan mikro syariah khas Indonesia seperti Baitul Maal wat Tamwil (BMT), kian bersinar saja. Lembaga-lembaga tersebut bahkan mampu menarik perhatian lembaga keuangan internasional.

Menurut CEO Permodalan BMT Ventura, Saat Suharto, pertumbuhan mendatang dinilai positif karena melihat dari semakin besarnya apresiasi masyarakat, pemerintah, dan lembaga-lembaga internasional seperti Islamic Development Bank (IDB), Lembaga Penelitian Australia dan Indonesia, dan lembaga lainnya terkait keberadaan BMT di Indonesia.

”Masalahnya terletak pada konsistensi pemerintah melalui regulasi yang memihak pada keberadaan BMT serta pegiat BMT sendiri yang konsisten dalam pelayanan pembiayaan di sektor mikro,” kata Saat. Misalnya saja melalui pembuatan undang-undang lembaga keuangan mikro sebagai payung hukum.

Dalam upaya tersebut, lanjut Saat, BMT Center menjalin kerja sama dengan seluruh stakeholder syariah lainnya untuk saling mendukung dan menyebarluaskan gagasan-gagasan keuangan mikro BMT. Dalam meneguhkan gerakan BMT sebagai gerakan keuangan mikro syariah yang khas Indonesia, tambahnya, pada 2010 pun digagas sebuah acara internasional antarpelaku keuangan mikro.

Direktur Eksekutif Pusat Inkubasi dan Bisnis Kecil (Pinbuk), Aslichan Burhan mengatakan untuk terus meningkatkan layanan kepada masyarakat, BMT harus mempersiapkan layanan teknologi informasi cepat, sehingga dapat bersaing dengan bank. Pasalnya, di sisi lain BMT juga memiliki keunggulan dapat lebih memberdayakan masyarakat karena memiliki kedekatan dengan komunitas setempat. ”Untuk margin bagi hasil juga bisa bersaing karena BMT adalah bisnis harian maka turn over nya juga cepat,” kata Aslichan.

Untuk membantu sektor mikro Indonesia, ia pun mengharapkan setidaknya BMT dapat berdiri di setiap kecamatan di Indonesia. Di tahun ini Pinbuk terus meningkatkan kerja sama dengan pemerintah pusat mau pun daerah, serta lembaga keuangan syariah lainnya. Setidaknya terdapat 3000 BMT di seluruh Indonesia.

Beberapa waktu lalu utusan IDB pun datang ke Indonesia untuk mempelajari tentang BMT. BMT yang dalam beberapa tahun terakhir tumbuh minimal 20 persen membuat Indonesia dipilih sebagai pilot project untuk pengembangan BMT di negara lainnya.

sumber : www.republika.co.id
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

SHU Koperasi Sebaiknya Bebas PPh

Kementerian Koperasi dan UKM masih berpeluang memperbaiki undang-undang perpajakan yang diberlakukan sama dengan masyarakat pengusaha terhadap pelaku koperasi nasional. Pajak yang dikenakan terhadap sisa hasil usaha (SHU) diupayakan bebas dari PPh, atau setidaknya diperlakukan berbeda dengan ketentuan sama yang ditetapkan kepada pelaku usaha terbuka.

”Rasanya agak aneh ketika SHU koperasi juga dikenakan pajak, sementara aktivitas yang mereka lakukan hanya secara internal untuk memenuhi keperluan anggota,” kata Deputi Bidang Kelembagaan Kementerian Koperasi dan UKM Untung Tri Basuki, hari ini. (23/04)

Menurut dia, wajib pajak bagi koperasi bisa ditetapkan, apabila kegiatan atau usahanya memang dilakukan untuk memenuhi keperluan umum. Jika usaha masih untuk kepentingan internal, Untung menilai kebijakan itu kurang tepat. Karena itu, Kementerian Koperasi dan UKM akan mengusulkan kembali kepada instansi terkait agar kebijakan pengenaan pajak terhadap gerakan koperasi supaya tarifnya diperlakukan secara berbeda.

Jenis usaha koperasi sangat bervariasi, di antara koperasi simpan pinjam (KSP), koperasi jasa, dan koperasi konsumen. Bagi koperasi yang operasionalnya komersil, layak dikenakan wajib pajak, namun tidak jika hanya melayani sesama anggota. ”Kondisi yang dihadapi bertambah parah, karena masih ada aparat terkait belum memahami tentang kategori usaha koperasi yang layak dikenakan pajak. Kami akan mengajukan lagi perubahan perundang-undangan pajak terhadap koperasi ke Kementerian Hukm dan HAM,” tukas Untung Tri Basuki.(fh)

sumber: bisnis.com

http://bmt-link.co.id/shu-koperasi-sebaiknya-bebas-dari-pengenaan-pph/
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...

Perkembangan Beberapa BMT

Baihaqi Abdul Madjid
Direktur Laznas BMT ICMI

Kendati selama masa krisis panjang ini tidak sedikit BMT yang mengalami dampak negatifnya namun lembaga ekonomi kecil ini ternyata cukup banyak yang mampu bertahan dan berkembang dengan baik. Hasil studi kasus memperlihatkan angka yang cukup mengesankan pada BMT Bina Umat Sejahtera (Lasem-Rembang), BMT Bintoro Madani (Kudus), BMT At-Taqwa (DKI Jakarta), dan BMT Ibadurrahman (Bogor) dimana pada BMT-BMT tersebut angka penambahan asset justeru dari tahun ke tahun terus meningkat signifikan.

Memang ada juga BMT-BMT yang tidak sanggup bertahan atau tidak bisa berkembang sebagaimana diharapkan. Hal ini dimungkinkan karena aspek pengembangan dari pengelolanya yang kurang maksimal seperti beberapa BMT yang ada di Jakarta dan Jawa Barat yang awalnya didirikan melalui pendekatan top down atau atas prakarsa pemerintah daerah. Sedangkan BMT yang tumbuh dari prakarsa masyarakat secara keseluruhan dapat disimpulkan justeru berkembang pesat.

Secara kuantitatif data pertumbuhan BMT yang berada di bawah ‘payung’ PINBUK cukup menggembirakan. Apalagi angka ini jika di bandingkan dengan sisi usia program penumbuhan BMT dan partisipasi sebuah lembaga swadaya sekelas PINBUK yang baru berumur satu dasawarsa dan kemudian LAZNAS BMT yang baru seumur jagung dengan fasilitas dan finansial yang sangat terbatas. Bahkan disana sini mendapat hambatan dan masalah internal, misalnya minim sekali dukungan internal ICMI, BMT bahkan pemerintah yang dapat dikatakan tidak ada sama sekali.

Sebagai gambaran, sampai akhir April 2005, BMT yang didampingi pendiriannya oleh PINBUK sebanyak 3039 BMT yang tersebar mulai dari Aceh sampai Papua. Dari total jumlah tersebut, diperkirakan angka total modal yang terkumpul diseluruh BMT diperkirakan, yaitu sebesar Rp903 milyar; total simpanan sebesar Rp801 milyar; total pembiayaan sebesar Rp800 milyar; total asset sebesar Rp821 milyar; total nasabah sebanyak 1.310.000.000 orang dan total penerima pembiayaan sebanyak 1.520.000.000 orang.

Gambaran data-data perkiraan yang baru dapat dicapai BMT di atas (masalah data-data ini selalu dipertanyakan banyak fihak tentang autentifikasinya karena memang data-data BMT masih belum ada), sebenarnya masih sangat kecil jika dibandingkan dengan kebutuhan modal usaha dan permasalahan yang melingkupi 40,5 juta pengusaha kecil di seluruh tanah air. Disamping itu, dari sisi kebutuhan lembaga, jumlah BMT yang sudah ada sesungguhnya belum berarti banyak untuk memenuhi kebutuhan jumlah populasi pengusaha kecil tersebut. Apalagi jika membandingkan dengan jumlah desa di tanah air yang mencapai 73.000 desa.

Artinya, jika rata-rata satu BMT dapat membiayai 2.000 orang anggota pengusaha kecil maka jumlah BMT yang harus didirikan untuk membiayai 40, 5 juta pengusaha kecil di seluruh Indonesia adalah sebanyak 20.250 BMT atau dengan kata lain kita masih kekurangan 17.250 BMT.

Oleh karena itu, BMT sebagai lembaga perbendaharan umat Islam yang sudah terbukti teruji sepak terjangnya dalam mengangkat ekonomi rakyat kecil dan habitatnya yang sangat membumi dengan nafas kehidupan rakyat bawah, maka sudah seharusnya kita berharap ada perhatian yang serius dari semua kalangan masyarakat untuk mendorong agar lebih cepat lagi terjadi pertumbuhan BMT ditengah-tengah masyarakat.

Kini, BMT sebagai institusi umat Islam telah berusaha memperlihatkan kinerja dan kemampuannya. Ia telah berusaha membuktikan manfaat ekonomi yang mampu disumbangkannya kepada para pengusaha kecil di berbagai tempat. Maka, sudah tidak ada lagi alasan pemerintah bermalas-malas dan beraplogi bahwa BMT hanya untuk golongan Islam saja. Sudah saatnya, pemerintah tidak phobi dengan nilai-nilai ekonomi yang bersumber dari Allah. Walau fakta, di instansi-instansi pemerintah masih banyak golongan-golongan yang alergi dan takut BMT berhasil mengangkat ekonomi umat Islam. Sedangkan kedepan, BMT dituntut lebih berkualitas lagi dalam memberikan pelayanan kepada para anggotanya.

Realitas bahwa harapan umat Islam kepada BMT sudah sedemikian besar. Karenanya tidak berlebihan kalau ICMI pada Muktamar IV di Makasar 2005 yang lalu untuk terus mendorong tumbuhnya BMT sampai ke desa-desa. Untuk itu dibutuhkan masukan dan solusi bagi penguatan kelembagaan Baitul Maal BMT dan pengembangan BMT secara komprehensif telah seksis dalam memperkokoh tatanan ekonomi bangsa yang berkeadilan, mengakar dan berdimensi pemberdayaan masyarakat fakir miskin.

Penumbuhkembangan BMT desa yang menjadi agenda gerakan ekonomi umat ke depan diharapkan berjalan seiring dengan memperkuat barisan dan shaff BMT-BMT yang telah ada. Utamanya BMT-BMT yang beraset di bawah Rp100 sampai dengan Rp500 juta sehingga lebih maksimal dan mampu mebangun komunitasnya. Untuk itu diharapkan selain rumusan dan gagasan dan pemikiran-pemikiran kualitatif dan genuin juga kerja kongkrit dalam rangka menguatkan kelembagaan Baitul Maal BMT, jaringan dakwah ekonomi dan sinergi antar BMT serta strategi merawat kepercayaan (trust) masyarakat yang selama ini menjadi kunci eksisnya BMT-BMT dalam masyarakat.. Wallahu’alam bissawab******

Sumber: http://bmt-link.co.id/perkembangan-beberapa-bmt/
Selengkapnya...

[+/-] Selengkapnya...